Friday, September 5, 2014

A STORY OFMY LIFE



CHAPTER II:
            Prosesnya memang lama. Tapi nanti, kau akan merasakannya!



*********************************************************************************
I DO NOT OWN THIS ANIME PICTURE
AND THE CHARACTER OF THIS STORY IS NOT FROM THIS ANIME
THIS PICT IS JUST FOR FUN AND EFFECT, DON’T MISUNDERSTOOD!
AND, DON’T  COPY MY STORY WITHOUT CR!
*********************************************************************************

Aku melirik ke arah jam digitalku. Angka menunjukkan pukul 4:55 pagi berwarna merah berkelap-kelip. Aku berguling-guling. Terkadang merenung atau membungkam mulutku dengan bantal. Terkadang pula menengadah ke atas dengan lengan yang berada di atas wajahku. Aku bingung. Apakah aku terlalu bersemangat, atau malah sebaliknya? Tapi saat ini, aku benar-benar sangat membenci pagi hari nanti. 
Aku mengambil kembali jam digitalku. Aku kembali berguling-guling dan menengadah ke atas. Aku meninggikan jam itu sembari melihat angkanya.
“Hmm…” Gumamku. Aku menelungkupkan badanku dan kembali melihat angkanya.
“Hmm…” Gumamku lagi. Angka jam itu berubah jadi 5:02. Aku mendengus lalu kembali berguling-guling.
Gubrak!
“Nia. Berisik sekali pagi ini. Kamu sedang apa disana?” Seru mama. Aku meringis kesakitan.
“A… Tadi aku sedang mengigau ma. Maaf Nia sudah membangunkan mama.” Balasku sambil mencoba utk bangun.  Perlahan, terdengar suara kaki yang ingin menuju kamarku.
“Eeeh… Tapi mama tidak perlu ke kamar Nia juga tidak apa-apa ko. Nia…”  
“Serius? Mama sudah ada di depan kamarmu lho.” Kata mama.
‘Cepat sekali…’ Batinku. Aku berdecik. Terdengar suara ketukan pintu dari luar kamar. Aku membukanya dan membiarkan mama duduk di kasurku. Aku kembali menutup pintunya.
Hening sesaat..
“Nia, kenapa kamu hanya diam di situ?” Tanya mama. Aku gelagapan.
“E…Eeeh? I-Iya, Nia lupa. Hehehe…” Aku menarik kursi dari meja belajarku dan menaruh jam digitalku.
“Tumben sekali ekspresinya seperti itu. Apa terjadi sesuatu di sekolah?” Tanya mama kembali penuh introgasi. Aku berusaha menghindari kontak mata dengan mama. Karena biasanya, kalau sudah bertatap mata dengan mama, akan sangat sulit sekali untuk ber’bohong’.
“Tidak.” Jawabku singkat. Mama masih menunggu dan menatapku dengan tenang. Aku menundukkan kepalaku sembari berdesis.
“Yakin tidak ada apa-apa? Mungkin mama bisa bantu.” Tanya mama kembali dengan tenangnya. Sesekali aku melirik mata mama. Aku mendegup, tak kuasa menahan rasa ingin ‘jujur’.
‘Aaaah… Ma, kumohon. Untuk saat ini aku tidak bisa bilang pada mama. Karena ini sangat memalukan untuk diceritakan.’ Batinku. Aku menggigit bibir bawahku. Kulirik jam digital yang kutaruh tadi. Angka sudah menunjukkan pukul 5:15. Aku menggelengkan kepalaku.
 “Oh, begitu. Bagaimana sekolahmu tadi, lancar?” Mama kembali menanyakanku dengan pertanyaan yang ‘pasti’ akan berujung ke pengungkapan isi hatiku. Aku menghela nafas.
“Lancar ma.” Jawabku singkat dengan berat hati.
“Kamu masuk ke kelas apa?” Tanya mama kembali. Aku mendegup kembali
“Kelas 3…” Ujarku pelan. Mama mengangguk-angguk dan siap-siap melontarkan pertanyaan lainnya.
“Ehem. Maaf ya ma, sebentar lagi jemputanku akan datang. Nia mau siap-siap dulu.” Potongku yang langsung mengambil handuk dan pergi ke kamar mandi. Aku bisa mendengar decikan mama yg di lakukan berkali-kali olehnya. Aku memejamkan mataku lalu menghela nafas panjang dan mengambil langkahku.
Ceklek!
Aku membuka pintu mobil dengan elegan. Supirku mengklaksonku 2x. Aku menengok ke arahnya. Kulihat, ia sedang menahan tawanya.
“Bajunya bagus nona...”
Brrrm…
Suara mobil menghiasi rasa Malu ku. Wajahku memerah. Rasanya, aku ingin membanting supir itu bersama dengan mobilnya.
“Argh! Dasar supir kurang hajarr..” Pekikku. Aku menghela nafas lalu  berjalan menuju ke gerbang sekolah. Aku menatap sinis penjaga gerbang yang pernah menggodaku. Mereka berdua tertawa renyah saat aku memasuki gerbang sekolah. Wajahku semakin memerah(tapi tak terlihat, karena Nia memakai kacamata hitam ntah apa alasannya). Aku berlari melewati mereka.
Sesampainya di koridor sekolah. Banyak mata yang menatapku. Aku mencoba menghiraukan dan menegakkan kepalaku.
“Wow… Nia, you’re cool!” Puji seseorang yang lewat di depanku. Aku menghiraukannya.
“Nia, kamu keren! Biasanya tidak seperti itu!” Puji seorang siswi dengan wajah merona. Aku mengerutkan alisku.
Darimana mereka tau namaku?’ Batinku. Aku berdeham.
“Te-terima kasih.” Balasku dengan nada bodoh. Aku berusaha tersenyum semanis mungkin walaupun pahit sekali rasanya.
“Dia siapa? Keren sekalii!” Celetuk seorang perempuan dengan nada perlahan. Wajahku memanas. Aku langsung berlari ke arah toilet siswi.
“Dia siapa katamu?!” Jeritku. Sesampainya di depan pintu toilet, memutar kenopnya. Saat badanku sudah masuk sepenuhnya. Seorang wanita melirikku lalu memekik.
“Ada laki-laki!” Jeritnya sambil menutupi badannya dengan baju. Aku membelalakkan mataku diikuti dengan tanganku yang menutup pintunya.
“Ehh?!” Pekikku. Seluruh siswi melirikku. Ekspresi mereka bermacam-macam saat melihatku memasuki kamar mandi.
“HENTAI!” Pekik seorang dari mereka lagi. Wajahnya merah padam dengan wajah ngeri. Aku memasang tampang bodoh sambil berjalan mundur. Beberapa anak siswi menghiraukanku dan memakai bajunya.
“Eeh… Kalian salah paham aku…”
Aku ini perempuan!!’ Batinku. Ntah kenapa aku tak bisa mengucapkan kata ini.
“Kurang hajar! Dia harus diberi pelajaran!” Potong seorang siswi. Seluruh siswi mengambil seluruh perlengkapannya (ex: Handuk kecil, tas, dll…) lalu mereka saling bertatapan. Aku mengeluarkan keringat sebesar biji jagung sambil terus berjalan mundur dengan tampang ngeri. Tak terasa, diriku terpentok pintu.
“Semuanya, siap-siap!!” Lanjutnya. Dia memberi aba-aba sambil tersenyum sinis. Keringatku semakin banyak.
“A, aku bisa menjelaskannya…” Suaraku hampir tak terdengar saking paniknya. Aku mencoba memutarkan kenop pintu, tapi anehnya kenop itu jadi licin sekali.
“1…”
“A… Anu..” Wajahku semakin panik. Aku terus mencoba memutar kenop tersebut. Tapi anehnya malah jadi semakin licin.
“..2..” Aku hampir ingin berteriak karena frustasi.
“3..” Mata mereka mengkilap saat aku berhasil memutar kenopnya.
Ceklek!
“Yatta!” Seruku. Suasana semakin memanas. Aku membuka pintu lebar-lebar.
“Seraaaaanggg~!” Dengan kompak, seluruh siswi bergerak maju dengan cepat. Wajahku memucat. Refleks aku berlari secepat mungkin.
“Aaaaaa!!!”

Skip

Aku berjalan sempoyongan. Mataku berputar-putar dengan wajah pucat pasi. Jika seseorang melihatku sekarang, dia pasti akan kesulitan membandingkanku dengan mayat hidup.
“Kukira aku akan mati…” Ujarku. Dadaku berpacu tak karuan. Rasanya seperti habis menunggu ujian kelulusan yang masih random keputusannya. Aku teringat wajah bodohku saat aku membuka kacamataku, mereka hanya berlari melewatiku seperti tikus yang kelaparan.
Oh ya… Sekarangkan masih pagi. Kenapa mereka sudah berganti baju?’ Batinku. Aku menggelengkan kepalaku.
“Ahh.. Kenapa aku malah memikirkan hal tak penting seperti itu?!”
“Tenang Nia, tenang…” Seruku untuk menyemangati diriku sendiri sambil berusaha untuk mengontrol jalanku. Aku menghela nafas panjang diiringi dengan jalanku yang sempoyongan. Pada saat bersamaan, sebuah cermin terlintas di sampingku. Aku menoleh, melihat pantulan diriku yang ada pada cermin.
Later…
Aku menganga, tak percaya dengan apa yang kulihat sekarang ini.
 “Arrrghhhh!!! MIAAAAA!!!” Jeritku sambil membanting topi yang sedang kupakai.
‘Oh tuhan… Seharusnya aku tidak usah menuruti keinginannya!.” Jeritku dalam batin. Aku terus meneriaki nama Mia. Aku kembali mengatur nafasku.
“…” Aku kembali menatap pantulan diriku yang ada pada cermin, mengamati setiap anggota tubuh yang ada pada pantulan cermin itu. Wajahku memanas.
“Eh, tunggu! Aku tidak boleh tertarik pada diriku sendiri!!” Seruku. Aku mengacak-acak rambutku.
“Untunglah aku tidak memakai benda ‘konyol’ itu. Mau ditaruh dimana mukaku?” Celotehku tidak jelas.
“Ini salahmu Mia, salahmu!!!” Seruku.  Aku langsung mencari kelasku dengan wajah memanas. Di benakku, kembali terlintas kejadian sore kemarin.

-Flashback-
“Surat ini akan menjadi kenangan TERINDAH yang pernah kudapatkan. Huahahaha!!” Tawaku dengan suara menyeramkan. Aku meremas-remas, menginjak-injak, melempar-lempar, memukul-mukuli, lalu membuang surat itu seolah surat itu adalah Mia.
Rrrr… Rrr… Rrr…
“Tumben sekali ada yang mengsmsku di sore hari.” Ucapku perlahan. Aku membuka sms yang baru datang tsb.
 (Sedang membaca sms)
5 detik kemudian…
Wuzzzzz!!!

Api death glare membara di sekelilingku. Aku membalas sms itu lalu menaruh handphoneku. Isi dari sms itu adalah ini:

Besok kenakan pakaian serba hitam! Akupun juga akan mengenakan pakaian itu. Oh ya, jangan lupa memakai topi. Dan jangan berfikir kalau aku ini peduli padamu!
-Mia
Balasanku:
Oh. Baik! Tapi jangan ingkari perkataanmu!
-FLASHBACK END-
Pada akhirnya, aku menuruti keinginannya.’ Sesalku dalam batinku. Aku menghela nafas lalu memasang kembali kacamataku.
Braak!
“Aaa-  Kau benar-benar melakukannya.” Celetuk Mia saat sambil menatapku. Aku mencoba mengatur nafasku dan tetap memegangi sisi pintu kelas. Aku membelalak.
“Miiiiiaaaa…” Aku meninggikan nada suaraku, namun tetap terdengar tenang walaupun sedikit memekakan telinga. Aku mengarahkan tatapan menyeramkan kepadanya(tapi tak terlihat, tentu saja). Aku berjalan ke arahnya. Anak-anak yang ada di sekitar Mia berlarian bersamaan dengan langkahku yang semakin dekat ke arahnya.
“Apa-apaan kau ini hah?! Beraninya kau mengerjaiku!” Seruku sembari menggebrak meja. Mia tersenyum menyerigai.
“Jangan bilang kalau kau membawa benda pemberianku?” Tanya Mia dengan nada mengejek(di telinga Nia, padahal nadanya biasa saja.) Wajahku memerah.
“Yang benar saja! Mana mungkin aku membawa benda konyol itu!” Seruku. Mia membelalak.
“Apa? Kau tidak menyukainya?” Balas Mia tak mau kalah sambil menegakkan badannya. Ntah kenapa, aku langsung merasa bersalah di buatnya.
“Bukan-bukan… Aku…” Ucapanku terpotong dengan tawaannya. Aku mengerutkan alisku.
“Haah?”
“Seharusnya kamu menyukainya.” Ejeknya. Aku semakin bingung di buatnya.
“Ne… Kenapa ‘kau’ menjadi ‘kamu’?” Mia tersenyum. Ia menepuk-nepuk pundakku.
“Itu hadiah ultahmu bodooh~” Kata Mia. Aku menaruh tasku lalu meliriknya.
“Ha-di-ah?” Tanyaku dengan wajah polos. Mia mengangguk penuh kegembiraan.
Teeet…Teet…
“Aku akan melanjutkannya di jam istirahat nanti.” Aku mengangguk namun tetap kebingungan.
Tumben dia baik sekali padaku.’ Batinku.
Skip
Jam Istirahat…
Aku memakan bekalku sendirian di taman sekolah. Aku menengadah kemudian menghela nafas.
‘Oh iya. Aku lupa menanyakan soal ‘kenapa-mama-tidak-ada-di-rumah-kemarin’.’ Batinku sambil menggoyang-goyangkan kedua kakiku.. Tanpa kusadari, Mia sudah ada di sampingku. Aku berpura-pura tidak menyadarinya sambil mengambil sesendok nasi dari kotak bekalku. Saat aku hendak memakannya, Mia malah memakannya.
“Hey! Kenapa kau lakukan itu?!” Seruku. Mia menghiraukanku sambil terus mengunyah makanan yang ada di mulutnya. Aku mendiaminya sampai makanan yang ada di mulutnya habis. Ia duduk di tempat dudukku dengan jarang kira-kira 3 jengkal. Aku menghiraukannya sambil terus memakan bekalku.
 “Hey.”
“Nani?” Balasku. Aku meminum air yang kubawa.
“Kenapa tadi kau tidak menungguku? Tadi aku bilang padamu bukan kalau aku akan melanjutkannya?” Ungkap Mia dengan tampang polosnya. Aku langsung tersedak mendengar perkataannya.
“A.. Apa aku tidak salah dengar?” Desisku. Mia menatapku tajam.
“Mau ku lanjutkan atau tidak?” Aku pura-pura tak mendengarnya. Mia mendesis.
“Ternyata kau tidak mau tau lanjutannya ya..” Aku tatap mendiaminya. Mia menatap lurus ke depan dan menggoyang-goyangkan kakinya.
“Tau tidak? Aku mendapatkan benda itu dari lokerku loh!” Aku tetap tak menghiraukannya. Mia mulai tersenyum sinis.
“Tapi nama penerimanya bertuliskan ‘Nia’.
JDEER!
Death glare mengelilingi sekelilingku. Mia yang menyadari itu langsung menjauh 3 jengkal.
“Makanya aku ingin memberitahukannya kepadamu agar kau tidak salah paham..” Aku mengarahkan tatapan mematikanku kepadanya. Ia melemparkan senyuman semanis mungkin yang berhasil membuatku merasa mual.
Note : tapi untuk mengejeknya XP
“Tetapi kejadian seperti ini tidaklah langka loh!” Lanjutnya. Ia kembali menggoyangkan kakinya.
“Maksudmu?” Aku menunggu jawabannya sambil menyendokkan sesuap nasi terakhir yang ada di bekalku.
“Ingat saat kita satu sekolah dulu?.” Senyuman Mia kembali melebar. Aku membelalak.
“Apa?!” Seruku. Aku menaruh kotak bekal di sampingku lalu membangkitkan diri dari dudukku.
“Pantas saja lokerku selalu kosong saat kita satu kelas!” Seruku. Ia menatapku sinis lalu membangkitkan dirinya.
“Kau menuduhku?” Balas Mia tak mau kalah.
“Siapa bilang aku menuduhmu?” Elakku.
“Lalu kenapa kau menyalahkanku soal lokermu?” Serunya kembali.  Aku merengut.
“Sudah kubilang aku tidak menuduhmu!” Elakku kembali. Dia menepuk pundakku.
“Ya ya ya… Terserah. Jangan tersinggungnya, nona iri.” Kata Mia kemudian berjalan memunggungiku. Aku menatapnya sinis. Langkahnya terhenti. Ia membalikkan badannya ke arahku.
“Oh ya, semoga ‘beruntung’.” Ejek Mia dengan wajah gembira. Aku menggeram lalu  membereskan kotak makanku.
Teeet… Teeeettt… Teeett…
Bel masuk telah berbunyi di ikuti dengan langkahku yang menjauh pergi dari tempat itu.
Pulang sekolah.
Aku memutar kunci lokerku. Suara puluhan surat jatuh dari dalamnya. Beberapa anak memerhatikanku. Aku menghela nafas.
Tap.. Tap..
Suara langkah kaki datang menghampiri loker yang ada di belakangku. Aku melirik ke belakang. Terlihat setumpuk surat (juga) berjatuhan dari dalam lokernya. Aku menatapnya sinis. Mia yang sadar telah di perhatikan, mengambil surat-surat itu dan menghampiriku.
“Kenapa? Kau iri dengan benda ‘ini’?” Cetusnya sambil melempar surat-surat itu kepadaku. Aku membelalak.
“Hmm, ada apa?” Mia meninggikan nada suaranya. Aku menunduk sembari menggigit bibir bawahku yang bergetar. Aku mencoba menatapnya. Dia memasang wajah kebingungan.
“…” Aku terdiam cukup lama. Mia memegang lengan atasku dan saat itu pula, aku refleks mendorongnya. Mia menatapku tajam, aku mencoba untuk membalasnya.
“A.. apa masalahmu?!” Seruku walaupun nada suaraku sedikit bergetar. Orang yang berada di dekat situ memperhatikan kami. Terdengar helaan nafasnya yang ia lakukan dengan paksa. Ia menatapku sinis.
“Ch.” Ia mengambil tumpukan suratnya dan memasukkannya ke dalam , begitu pula denganku. Ia berjalan melewatiku tanpa meminta maaf. Mataku terasa berat. Tiga orang siswi menghampiriku.
“Kouhei-san, baizougu?” Kata seorang dari mereka. Aku menggangguk pelan.
“Hm… atashi.. boizougu desu. Arigatou gozaimasu.” Ujarku pelan. Mereka tersenyum lalu membubarkan diri. Aku  menghela nafas panjang dan mengambil langkah pergi.
Kenapa dia bertingkah seperti itu?’

To Be Continued..
REVIEW-
 Nia      : “Mia…”
Mia      : (Berjalan melewati Nia)
??         : “Jangan terlalu formal..”
Nia       : (berdebar kencang)
Sensei  : “Gomenasai.”
Nia       : (bergidik ngeri)
Mia      : (Menatapi Nia)        

***
Note : Gomen Ne… Aku terlambat. Banyak banget urusan yang aku harus kerjain sampai-sampai blog ini ga ke urus >:(. Di tambah lagi, pulsa modem selalu terlambat di isi sama papa jadinya begini… Gomenn…
Oh ya, mulai episode ini, aku akan ngasih review untuk lanjutan ke depannya ^^, plus TEASTER yang akan ku post setelah ini. Maaf ya, aku terlambat banget T_T Oh ya, kalau di pikir-pikir, kira-kira cerita itu udh dari tahun berapa ya?? Hehehe..
Bagi yang penasaran sama lanjutannya… insyaallah klo pulsa modemnya udh terisi lagi,aku bakal secepatnya mengpost lgi ^^
Makasih banyakkk bagi yang udh nungguin kelanjutannya…