CHAPTER II:
Prosesnya
memang lama. Tapi nanti, kau akan merasakannya!
*********************************************************************************
I
DO NOT OWN THIS ANIME PICTURE
AND
THE CHARACTER OF THIS STORY IS NOT FROM THIS ANIME
THIS PICT IS JUST FOR FUN AND EFFECT, DON’T MISUNDERSTOOD!
THIS PICT IS JUST FOR FUN AND EFFECT, DON’T MISUNDERSTOOD!
AND, DON’T
COPY MY STORY WITHOUT CR!
*********************************************************************************
*********************************************************************************
Aku melirik ke arah jam digitalku.
Angka menunjukkan pukul 4:55 pagi berwarna merah berkelap-kelip. Aku
berguling-guling. Terkadang merenung atau membungkam mulutku dengan bantal.
Terkadang pula menengadah ke atas dengan lengan yang berada di atas wajahku.
Aku bingung. Apakah aku terlalu bersemangat, atau malah sebaliknya? Tapi saat
ini, aku benar-benar sangat membenci pagi hari nanti.
Aku mengambil kembali jam digitalku.
Aku kembali berguling-guling dan menengadah ke atas. Aku meninggikan jam itu
sembari melihat angkanya.
“Hmm…” Gumamku. Aku menelungkupkan
badanku dan kembali melihat angkanya.
“Hmm…” Gumamku lagi. Angka jam itu
berubah jadi 5:02. Aku mendengus lalu kembali berguling-guling.
Gubrak!
“Nia. Berisik sekali pagi ini. Kamu
sedang apa disana?” Seru mama. Aku meringis kesakitan.
“A… Tadi aku sedang mengigau ma. Maaf
Nia sudah membangunkan mama.” Balasku sambil mencoba utk bangun. Perlahan, terdengar suara kaki yang ingin
menuju kamarku.
“Eeeh… Tapi mama tidak perlu ke kamar
Nia juga tidak apa-apa ko. Nia…”
“Serius? Mama sudah ada di depan
kamarmu lho.” Kata mama.
‘Cepat sekali…’ Batinku. Aku berdecik. Terdengar suara ketukan pintu dari luar kamar. Aku
membukanya dan membiarkan mama duduk di kasurku. Aku kembali menutup pintunya.
Hening sesaat..
“Nia, kenapa kamu hanya diam di situ?”
Tanya mama. Aku gelagapan.
“E…Eeeh? I-Iya, Nia lupa. Hehehe…”
Aku menarik kursi dari meja belajarku dan menaruh jam digitalku.
“Tumben sekali ekspresinya seperti
itu. Apa terjadi sesuatu di sekolah?” Tanya mama kembali penuh introgasi. Aku
berusaha menghindari kontak mata dengan mama. Karena biasanya, kalau sudah
bertatap mata dengan mama, akan sangat sulit sekali untuk ber’bohong’.
“Tidak.” Jawabku singkat. Mama masih
menunggu dan menatapku dengan tenang. Aku menundukkan kepalaku sembari
berdesis.
“Yakin tidak ada apa-apa? Mungkin
mama bisa bantu.” Tanya mama kembali dengan tenangnya. Sesekali aku melirik
mata mama. Aku mendegup, tak kuasa menahan rasa ingin ‘jujur’.
‘Aaaah… Ma, kumohon. Untuk saat ini
aku tidak bisa bilang pada mama. Karena ini sangat memalukan untuk
diceritakan.’ Batinku. Aku menggigit bibir bawahku. Kulirik jam digital yang
kutaruh tadi. Angka sudah menunjukkan pukul 5:15. Aku menggelengkan kepalaku.
“Oh, begitu. Bagaimana sekolahmu tadi,
lancar?” Mama kembali menanyakanku dengan pertanyaan yang ‘pasti’ akan berujung
ke pengungkapan isi hatiku. Aku menghela nafas.
“Lancar ma.” Jawabku singkat dengan
berat hati.
“Kamu masuk ke kelas apa?” Tanya mama
kembali. Aku mendegup kembali
“Kelas 3…” Ujarku pelan. Mama
mengangguk-angguk dan siap-siap melontarkan pertanyaan lainnya.
“Ehem. Maaf ya ma, sebentar lagi
jemputanku akan datang. Nia mau siap-siap dulu.” Potongku yang langsung
mengambil handuk dan pergi ke kamar mandi. Aku bisa mendengar decikan mama yg
di lakukan berkali-kali olehnya. Aku memejamkan mataku lalu menghela nafas
panjang dan mengambil langkahku.
Ceklek!
…
Aku membuka pintu mobil dengan
elegan. Supirku mengklaksonku 2x. Aku menengok ke arahnya. Kulihat, ia sedang
menahan tawanya.
“Bajunya bagus nona...”
Brrrm…
Suara mobil menghiasi rasa Malu ku. Wajahku
memerah. Rasanya, aku ingin membanting supir itu bersama dengan mobilnya.
“Argh! Dasar supir kurang hajarr..”
Pekikku. Aku menghela nafas lalu berjalan
menuju ke gerbang sekolah. Aku menatap sinis penjaga gerbang yang pernah
menggodaku. Mereka berdua tertawa renyah saat aku memasuki gerbang sekolah.
Wajahku semakin memerah(tapi tak terlihat, karena Nia memakai kacamata hitam
ntah apa alasannya). Aku berlari melewati mereka.
Sesampainya di koridor sekolah.
Banyak mata yang menatapku. Aku mencoba menghiraukan dan menegakkan kepalaku.
“Wow… Nia, you’re cool!” Puji seseorang yang
lewat di depanku. Aku menghiraukannya.
“Nia, kamu keren! Biasanya tidak seperti itu!”
Puji seorang siswi dengan wajah merona. Aku mengerutkan alisku.
‘Darimana
mereka tau namaku?’ Batinku. Aku berdeham.
“Te-terima kasih.” Balasku dengan nada bodoh.
Aku berusaha tersenyum semanis mungkin walaupun pahit sekali rasanya.
“Dia siapa? Keren sekalii!” Celetuk seorang
perempuan dengan nada perlahan. Wajahku memanas. Aku langsung berlari ke arah toilet
siswi.
“Dia siapa katamu?!” Jeritku. Sesampainya di
depan pintu toilet, memutar kenopnya. Saat badanku sudah masuk sepenuhnya. Seorang
wanita melirikku lalu memekik.
“Ada laki-laki!” Jeritnya sambil menutupi
badannya dengan baju. Aku membelalakkan mataku diikuti dengan tanganku yang
menutup pintunya.
“Ehh?!” Pekikku. Seluruh siswi melirikku. Ekspresi
mereka bermacam-macam saat melihatku memasuki kamar mandi.
“HENTAI!” Pekik seorang dari mereka lagi. Wajahnya
merah padam dengan wajah ngeri. Aku memasang tampang bodoh sambil berjalan
mundur. Beberapa anak siswi menghiraukanku dan memakai bajunya.
“Eeh… Kalian salah paham aku…”
‘Aku ini
perempuan!!’ Batinku. Ntah kenapa aku tak bisa mengucapkan kata ini.
“Kurang hajar! Dia harus diberi pelajaran!”
Potong seorang siswi. Seluruh siswi mengambil seluruh perlengkapannya (ex:
Handuk kecil, tas, dll…) lalu mereka saling bertatapan. Aku mengeluarkan
keringat sebesar biji jagung sambil terus berjalan mundur dengan tampang ngeri.
Tak terasa, diriku terpentok pintu.
“Semuanya, siap-siap!!” Lanjutnya. Dia memberi
aba-aba sambil tersenyum sinis. Keringatku semakin banyak.
“A, aku bisa menjelaskannya…” Suaraku hampir
tak terdengar saking paniknya. Aku mencoba memutarkan kenop pintu, tapi anehnya
kenop itu jadi licin sekali.
“1…”
“A… Anu..” Wajahku semakin panik. Aku terus
mencoba memutar kenop tersebut. Tapi anehnya malah jadi semakin licin.
“..2..” Aku hampir ingin berteriak karena
frustasi.
“3..” Mata mereka mengkilap saat aku berhasil
memutar kenopnya.
Ceklek!
“Yatta!” Seruku. Suasana semakin memanas. Aku
membuka pintu lebar-lebar.
“Seraaaaanggg~!” Dengan kompak, seluruh siswi
bergerak maju dengan cepat. Wajahku memucat. Refleks aku berlari secepat
mungkin.
“Aaaaaa!!!”
Skip
Aku berjalan sempoyongan. Mataku
berputar-putar dengan wajah pucat pasi. Jika seseorang melihatku sekarang, dia pasti
akan kesulitan membandingkanku dengan mayat hidup.
“Kukira aku akan mati…” Ujarku. Dadaku berpacu
tak karuan. Rasanya seperti habis menunggu ujian kelulusan yang masih random
keputusannya. Aku teringat wajah bodohku saat aku membuka kacamataku, mereka
hanya berlari melewatiku seperti tikus yang kelaparan.
‘Oh ya…
Sekarangkan masih pagi. Kenapa mereka sudah berganti baju?’ Batinku. Aku
menggelengkan kepalaku.
“Ahh.. Kenapa aku malah memikirkan hal tak
penting seperti itu?!”
“Tenang Nia, tenang…” Seruku untuk
menyemangati diriku sendiri sambil berusaha untuk mengontrol jalanku. Aku
menghela nafas panjang diiringi dengan jalanku yang sempoyongan. Pada saat
bersamaan, sebuah cermin terlintas di sampingku. Aku menoleh, melihat pantulan
diriku yang ada pada cermin.
Later…
Aku menganga, tak percaya dengan apa yang
kulihat sekarang ini.
“Arrrghhhh!!! MIAAAAA!!!” Jeritku sambil
membanting topi yang sedang kupakai.
‘Oh tuhan…
Seharusnya aku tidak usah menuruti keinginannya!.” Jeritku dalam batin. Aku terus meneriaki nama
Mia. Aku kembali mengatur nafasku.
“…” Aku kembali menatap pantulan diriku yang
ada pada cermin, mengamati setiap anggota tubuh yang ada pada pantulan cermin
itu. Wajahku memanas.
“Eh, tunggu! Aku tidak boleh tertarik pada
diriku sendiri!!” Seruku. Aku mengacak-acak rambutku.
“Untunglah aku tidak memakai benda ‘konyol’
itu. Mau ditaruh dimana mukaku?” Celotehku tidak jelas.
“Ini salahmu Mia, salahmu!!!” Seruku. Aku langsung mencari kelasku dengan wajah
memanas. Di benakku, kembali terlintas kejadian sore kemarin.
-Flashback-
“Surat ini akan menjadi kenangan TERINDAH
yang pernah kudapatkan. Huahahaha!!” Tawaku dengan suara menyeramkan. Aku
meremas-remas, menginjak-injak, melempar-lempar, memukul-mukuli, lalu membuang
surat itu seolah surat itu adalah Mia.
Rrrr… Rrr… Rrr…
“Tumben sekali ada yang mengsmsku di sore
hari.” Ucapku perlahan. Aku membuka sms yang baru datang tsb.
(Sedang membaca sms)
5 detik
kemudian…
Wuzzzzz!!!
Api death glare membara di sekelilingku. Aku
membalas sms itu lalu menaruh handphoneku. Isi dari sms itu adalah ini:
“Besok kenakan pakaian serba hitam!
Akupun juga akan mengenakan pakaian itu. Oh ya, jangan lupa memakai topi. Dan
jangan berfikir kalau aku ini peduli padamu!
-Mia
Balasanku:
Oh.
Baik! Tapi jangan ingkari perkataanmu!
-FLASHBACK END-
‘Pada akhirnya, aku menuruti keinginannya.’ Sesalku
dalam batinku. Aku menghela nafas lalu memasang kembali kacamataku.
Braak!
“Aaa- Kau benar-benar melakukannya.” Celetuk Mia
saat sambil menatapku. Aku mencoba mengatur nafasku dan tetap memegangi sisi
pintu kelas. Aku membelalak.
“Miiiiiaaaa…”
Aku meninggikan nada suaraku, namun tetap terdengar tenang walaupun sedikit
memekakan telinga. Aku mengarahkan tatapan menyeramkan kepadanya(tapi tak
terlihat, tentu saja). Aku berjalan ke arahnya. Anak-anak yang ada di sekitar
Mia berlarian bersamaan dengan langkahku yang semakin dekat ke arahnya.
“Apa-apaan
kau ini hah?! Beraninya kau mengerjaiku!” Seruku sembari menggebrak meja. Mia
tersenyum menyerigai.
“Jangan
bilang kalau kau membawa benda pemberianku?” Tanya Mia dengan nada mengejek(di
telinga Nia, padahal nadanya biasa saja.) Wajahku memerah.
“Yang benar
saja! Mana mungkin aku membawa benda konyol itu!” Seruku. Mia membelalak.
“Apa? Kau
tidak menyukainya?” Balas Mia tak mau kalah sambil menegakkan badannya. Ntah
kenapa, aku langsung merasa bersalah di buatnya.
“Bukan-bukan…
Aku…” Ucapanku terpotong dengan tawaannya. Aku mengerutkan alisku.
“Haah?”
“Seharusnya
kamu menyukainya.” Ejeknya. Aku semakin bingung di buatnya.
“Ne… Kenapa
‘kau’ menjadi ‘kamu’?” Mia tersenyum. Ia menepuk-nepuk pundakku.
“Itu hadiah
ultahmu bodooh~” Kata Mia. Aku menaruh tasku lalu meliriknya.
“Ha-di-ah?”
Tanyaku dengan wajah polos. Mia mengangguk penuh kegembiraan.
Teeet…Teet…
“Aku akan
melanjutkannya di jam istirahat nanti.” Aku mengangguk namun tetap kebingungan.
‘Tumben dia baik sekali padaku.’ Batinku.
Skip
Jam Istirahat…
Aku memakan bekalku sendirian di
taman sekolah. Aku menengadah kemudian menghela nafas.
‘Oh iya. Aku lupa menanyakan soal
‘kenapa-mama-tidak-ada-di-rumah-kemarin’.’ Batinku sambil menggoyang-goyangkan kedua kakiku..
Tanpa kusadari, Mia sudah ada di sampingku. Aku berpura-pura tidak menyadarinya
sambil mengambil sesendok nasi dari kotak bekalku. Saat aku hendak memakannya,
Mia malah memakannya.
“Hey! Kenapa kau lakukan itu?!”
Seruku. Mia menghiraukanku sambil terus mengunyah makanan yang ada di mulutnya.
Aku mendiaminya sampai makanan yang ada di mulutnya habis. Ia duduk di tempat
dudukku dengan jarang kira-kira 3 jengkal. Aku menghiraukannya sambil terus
memakan bekalku.
“Hey.”
“Nani?” Balasku. Aku meminum air yang
kubawa.
“Kenapa tadi kau tidak menungguku?
Tadi aku bilang padamu bukan kalau aku akan melanjutkannya?” Ungkap Mia dengan
tampang polosnya. Aku langsung tersedak mendengar perkataannya.
“A.. Apa aku tidak salah dengar?”
Desisku. Mia menatapku tajam.
“Mau ku lanjutkan atau tidak?” Aku
pura-pura tak mendengarnya. Mia mendesis.
“Ternyata kau tidak mau tau
lanjutannya ya..” Aku tatap mendiaminya. Mia menatap lurus ke depan dan
menggoyang-goyangkan kakinya.
“Tau tidak? Aku mendapatkan benda itu
dari lokerku loh!” Aku tetap tak menghiraukannya. Mia mulai tersenyum sinis.
“Tapi nama penerimanya bertuliskan
‘Nia’.
JDEER!
Death glare mengelilingi
sekelilingku. Mia yang menyadari itu langsung menjauh 3 jengkal.
“Makanya aku ingin memberitahukannya
kepadamu agar kau tidak salah paham..” Aku mengarahkan tatapan mematikanku
kepadanya. Ia melemparkan senyuman semanis mungkin yang berhasil membuatku
merasa mual.
Note : tapi untuk mengejeknya XP
“Tetapi kejadian seperti ini tidaklah
langka loh!” Lanjutnya. Ia kembali menggoyangkan kakinya.
“Maksudmu?” Aku menunggu jawabannya
sambil menyendokkan sesuap nasi terakhir yang ada di bekalku.
“Ingat saat kita satu sekolah dulu?.”
Senyuman Mia kembali melebar. Aku membelalak.
“Apa?!” Seruku. Aku menaruh kotak
bekal di sampingku lalu membangkitkan diri dari dudukku.
“Pantas saja lokerku selalu kosong
saat kita satu kelas!” Seruku. Ia menatapku sinis lalu membangkitkan dirinya.
“Kau menuduhku?” Balas Mia tak mau
kalah.
“Siapa bilang aku menuduhmu?” Elakku.
“Lalu kenapa kau menyalahkanku soal
lokermu?” Serunya kembali. Aku merengut.
“Sudah kubilang aku tidak menuduhmu!”
Elakku kembali. Dia menepuk pundakku.
“Ya ya ya… Terserah. Jangan
tersinggungnya, nona iri.” Kata Mia kemudian berjalan memunggungiku. Aku
menatapnya sinis. Langkahnya terhenti. Ia membalikkan badannya ke arahku.
“Oh ya, semoga ‘beruntung’.” Ejek Mia
dengan wajah gembira. Aku menggeram lalu membereskan kotak makanku.
Teeet… Teeeettt… Teeett…
Bel masuk telah berbunyi di ikuti
dengan langkahku yang menjauh pergi dari tempat itu.
…
Pulang sekolah.
Aku memutar kunci lokerku. Suara
puluhan surat jatuh dari dalamnya. Beberapa anak memerhatikanku. Aku menghela
nafas.
Tap.. Tap..
Suara langkah kaki datang menghampiri
loker yang ada di belakangku. Aku melirik ke belakang. Terlihat setumpuk surat
(juga) berjatuhan dari dalam lokernya. Aku menatapnya sinis. Mia yang sadar
telah di perhatikan, mengambil surat-surat itu dan menghampiriku.
“Kenapa? Kau iri dengan benda ‘ini’?”
Cetusnya sambil melempar surat-surat itu kepadaku. Aku membelalak.
“Hmm, ada apa?” Mia meninggikan nada
suaranya. Aku menunduk sembari menggigit bibir bawahku yang bergetar. Aku
mencoba menatapnya. Dia memasang wajah kebingungan.
“…” Aku terdiam cukup lama. Mia
memegang lengan atasku dan saat itu pula, aku refleks mendorongnya. Mia
menatapku tajam, aku mencoba untuk membalasnya.
“A.. apa masalahmu?!” Seruku walaupun
nada suaraku sedikit bergetar. Orang yang berada di dekat situ memperhatikan
kami. Terdengar helaan nafasnya yang ia lakukan dengan paksa. Ia menatapku
sinis.
“Ch.” Ia mengambil tumpukan suratnya
dan memasukkannya ke dalam , begitu pula denganku. Ia berjalan melewatiku tanpa
meminta maaf. Mataku terasa berat. Tiga orang siswi menghampiriku.
“Kouhei-san, baizougu?” Kata seorang
dari mereka. Aku menggangguk pelan.
“Hm… atashi.. boizougu desu. Arigatou
gozaimasu.” Ujarku pelan. Mereka tersenyum lalu membubarkan diri. Aku menghela nafas panjang dan mengambil langkah
pergi.
‘Kenapa
dia bertingkah seperti itu?’
To Be Continued..
…
REVIEW-
…
Nia :
“Mia…”
Mia :
(Berjalan melewati Nia)
…
?? :
“Jangan terlalu formal..”
Nia :
(berdebar kencang)
…
Sensei : “Gomenasai.”
Nia :
(bergidik ngeri)
Mia :
(Menatapi Nia)
***
Note : Gomen Ne… Aku terlambat. Banyak
banget urusan yang aku harus kerjain sampai-sampai blog ini ga ke urus >:(.
Di tambah lagi, pulsa modem selalu terlambat di isi sama papa jadinya begini…
Gomenn…
Oh ya, mulai episode ini, aku akan
ngasih review untuk lanjutan ke depannya ^^, plus TEASTER yang akan ku post
setelah ini. Maaf ya, aku terlambat banget T_T Oh ya, kalau di pikir-pikir,
kira-kira cerita itu udh dari tahun berapa ya?? Hehehe..
Bagi yang penasaran sama lanjutannya…
insyaallah klo pulsa modemnya udh terisi lagi,aku bakal secepatnya mengpost lgi
^^
Makasih banyakkk bagi yang udh
nungguin kelanjutannya…