Chapter I: Sekolah baru
*Bunyi alarm*
Aku membuka mataku
secara perlahan sambil berusaha mematikan alarm. Tanganku menyentuh sesuatu.
Benda itu ku jatuhkan itu ke bawah. Aku menguap.
“Hoaaammm…” Aku menyingkap selimut yang
menempel kemudian membuka jendela kamarku. Angin menyapa pipiku. Aku menghirup
lalu membuangnya.
“Aahh.. Pagi yang
indah.” Ucapku sambil terus menghirup udara pagi ini.
Terdengar suara indah yang
menarikku untuk menoleh. Terlihat 3 ekor burung sedang bersiul dengan
teman-temannya.
“Selamat pagi
burung-burung. Bagaimana pagi kalian?” Tanyaku sambil tersenyum ke
burung-burung itu. Burung-burung tsb tdk memperdulikanku sambil terus bersiul.
“Oh, ya. Kaliankan tidak
mengerti bahasa manusia.” Ucapku sembari terkekeh pelan.
“Nia, Sarapan sudah
siap!” Teriak mama dari dapur.
“Iya ma, Tunggu
sebentar.” Balasku sedikit berteriak. Aku segera mengambil handuk dan masuk ke
kamar mandi.
Beberapa menit kemudian,
aku keluar dari kamar mandi dengan seragam musim panas yang sudah kupakai. Baju
yang kukenakan berwarna putih berlengan panjang dengan rompi lengan pendek
berwarna coklat dan pita berwarna orange, sedangkan roknya bermotif kotak-kotak
dengan warna Orange tua dan muda. Aku mengeringkan rambutku dengan
hairdryer sambil menyisir dan menata rambutku.
“Selesai.” Ucapku. Aku
menyusuri tangga dan pergi ke ruang makan.
“Selamat pagi Nia.”
Sambut mama hangat.
“Pagi ma,” Balasku
sambil tersenyum. Mama mengamatiku dari atas sampai bawah. Aku menyeritkan
dahiku.
“Ada apa ma? Tidak cocok
ya?” kataku lemas. Mama menggeleng.
“Tidak tidak.. Cantik
kok! Cocok sama badanmu.” Kata mama terkagum-kagum.
“Hehehe.. Makasih ma.
Mama Juga cantik.” Balasku sembari tersenyum. Mama tersenyum gemas. Aku duduk
dengan anggun di kursi meja makan.
“Hmm... Pancake coklat!”
Kataku bersemangat. Aku langsung menyambar pancakeku tanpa minum terlebih
dahulu. Mama menggelengkan kepalanya kemudian menepuk pundakku. Aku
berbalik ke arah mama. Mama memberikan segelas air putih kepadaku.
“Hm?” Aku memandangi
gelas itu sambil menelan lasagna yang ada di mulutku (ceritanya pancakenya sdh
habis gitu ‘-‘) .
Aku menepuk keningku dan
meminum air putih yang di berikan mama.
“Ck…ck…ck… Kamu
kebiasaan ya. Masa diberi air putih aja bengong?” Goda mama. Aku
terbatuk-batuk. Mama tertawa pelan dan kembali ke dapur. Aku menepuk dadaku.
“Ukh… Mama kebiasaan
deh! Niakan sedang minum, Kalau Nia tersedak gimana??” Gerutuku. Mama tertawa
pelan.
“Oh iya, hari ini hari
pertamamu masuk ke sekolah barumu. Jadi, kamu harus cepat bersiap-siap
sebelum terlambat. Oke?” Kata mama.
“Iya ma…” Kataku sedikit
lemas. Mama mengacungkan jempolnya kepadaku.
“Bagus, itu baru anak
mama.” Mama tersenyum kecil. Aku berusaha tersenyum manis.
Note: Hanya berbeda
5cm :3
Oh ya, perkenalkan, namaku
Nia Kazuki. Umurku 13 tahun. Tahun ini aku duduk di kelas 1 SMP. Aku
adalah anak tunggal dari keluarga Wilchard. Itulah mengapa mereka terlalu
menjagaku sampai memanjakanku. Untunglah sahabat dan teman-temanku dewasa. Jadi
aku bisa belajar banyak mereka.
Kami baru pindah rumah
lusa lalu karena urusan kantor papaku. Terkadang, terlintas dibenakku untuk
mempunyai seorang adik. Karena kupikir akan manis bila di rumah ada seseorang
yang bisa kuajak bicara selagi mama sibuk.
Tapi, kalau
kupikir-pikir lagi, keadaan seperti ini sudah cukup untukku. Walaupun dulu aku pernah di antarkan sampai
depan kelas sampai kelas 6 SD. Sampai-sampai ada seseorang yang senang meneriakiku “anak bocah”
atau “Anak manja”. Menyebalkan!
Okay, Bek To Story~ :3
Tiiin…Tiiin…
Supirku mengklakson
mobilnya berkali-kali. Aku menuju mobil sambil menggenggam tasku.
“Ma, aku
pergi dulu ya!” Aku mencium tangan mama.
“Iya,
hati-hati ya.” Ucap mama sambil tersenyum hangat.
Supirku sudh membukakan
pintu lebar-lebar untukku. Aku memasuki mobil tsb lalu duduk dengan anggun.
Terlihat mama melambaikan tangannya padaku. Aku membelas lambaiannya.
…
“Kita sudah sampai.
Semoga nona bisa menikmati sekolah nona ya.” Ucap supir sembari membukakan
pintu untukku. Aku tak menghiraukannya dan mengambil beberapa langkah.
“Oh ya, sekarang musim
penculikan loh! Apalagi penculiknya seneng anak kecil kaya kamu. Jadi nona
hati-hati ya!” Canda supir sembari terkekeh pelan. Ia memasuki mobil dan
menjauhiku. Aku menatap mobil itu sampai tak terlihat.
“Aku itu bukan anak
kecil lagi!!!” Teriakku dengan kencang. Satpam yang berada di situ mendelik ke
arahku dengan curiga. Aku menutup mulutku kemudian mengatur nafasku. Aku
tersenyum paksa dan jalan menuju gerbang sesantai mungkin agar tak dicurigai.
“Whoa….” Aku
terkagum-kagum melihat gerbang sekolah baruku.
‘Jadi ini sekolah baru yang
akan ku masuki.. Apa ini sekolah swasta elit?’ Batinku. Aku pun melangkah ke
menuju pembuka pintu gerbang tersebut. Pada saat aku ingin membukanya, Kedua
satpam yang berada di kedua sisi langsung menahanku untuk masuk.
“Mmm... Maaf, kenapa
saya di tahan?” Kataku gugup. Satpam itu memberikan sebuah
lembaran. Aku menatap lembaran itu bingung.
“Bacalah lembaran ini.”
Kata satpam tersebut dengan lantang. Aku terlonjak, baru kali ini aku mendengar
suara sebesar ini. Aku mengembungkan pipiku. Baru kali ini aku mendengar suara
sebesar ini. Menyebalkan!
Aku mengambil kertas itu
dan membacanya. Isinya:
Peraturan di sekolah ini :
1.
Harus memakai seragam yang sudah di tentukan (mengenakan rok
yang pendeknya max 3cmdi atas lutut)
2.
Tidak boleh terlambat
3.
Tidak boleh bertengkar antar sesama murid sekolah. Bila dilanggar
akan di skors dengan hari yang di tentukan kepala Sekolah
4.
Menyampah dan membuang sampah tidak pada tempatnya.
Mohon kerja samanya.
“Kertas macam apa ini?”
Kataku sedikit kaget. Lalu aku melihat jam tanganku. Ternyata masih jam 05.55.
Aku tak mengerti.
“Kamu datang terlalu
pagi.”
“L-lalu??” Aku gelapan.
Baru kali ini aku berhadapan dengan satpam yang beraksen sangat kental. Ia
menatapku tajam. Aku terlonjak.
‘Mati aku! Aksenku masih
belum bagus.’ Batinku. Ia tetap menatapku.
Hening…
Hening…
Hening…
“Oi, sudahlah. Biarkan
dia masuk.” Ucap satpam lain sembari menepuk satpam itu.
“Ia tak punya kartu
akses untuk masuk.” Kata satpam depanku. Aku makin terlonjak.
“Ta-tapi… Saya anak baru
di sekolah ini. Lihat! Seragam ini persis dengan seragam sekolah ini bukan??”
Aku menatap satpam penuh harap. Kedua satpam itu bertatapan kemudian berbicara
dengan berbahasa Jepang dengan aksen yang tak kumengerti. Mungkin itu aksen
Osaka.
“Baiklah, kamu boleh
masuk.” Ucap satpam itu lalu membukakan pintu gerbang. Mataku berbinar.
“
Be-benarkah?!” Seruku girang. Satpam yang lain tersenyum.
“Jangan lupa simpan
kertas yang tadi dia berikan.”
“Hm! Arigatou Gozaimasu2!” Aku
langsung berlari memasuki gerbang dengan girang. Dari kejauhan, terdengar suara
tawa kedua satpam itu. Aku menghentikan langkahku. Kurasakan wajahku memerah.
‘Sial.. Aku di kerjai
mereka berdua!’ Batinku. Di dalam hati, aku meledak-ledak. Aku kembali berlari
namun dengan kencang. Tanpa sengaja, aku
menabrak seseorang. Aku dan orang tersebut jatuh bersamaan.
“Aduuh… Ah maaf, anda
tidak apa-apa?” Tanyaku di sela rintihanku. Aku berdiri dan menjulurkan
tanganku. Diam-diam aku mencuri pandangan agar dapat melihat wajah orang tsb.
“Iya. Terima kasih.”
Jawabnya lembut. Ia mengiayakan tanganku. Aku membelalak.
‘Oh
tidak…’ Batinku. Aku langsung tau bahwa yang kutabrak adalah
seorang guru. Hatiku seolah-olah meledak oleh bom atom. Aku benar-benar runtuh!
Aku langsung membungkukkan badanku.
“M…Maafkan saya!”
Kataku.
‘Huaaa… Memalukan
sekali!’ Batinku. Aku memejamkan mataku.
“Ah, tidak apa-apa. Kau
bisa menegakkan kepalamu sekarang.” Kata guru itu dengan lembut. Aku menegakkan
tubuhku. Mataku berbinar.
‘Cantiknya…’ Batinku.
Guru itu, cantik sekali. Ia mempunyai aura lembut seperti ibu. Sesaat aku lupa
kalau aku perempuan.
“Ada apa?” Tanyanya
lembut. Mataku membelalak.
“E..eh.. Tidak ada
apa-apa.. hehehe..” Ujarku pelan.
“Sekali lagi, maafkan
saya sensei1!” Ucapku
kembali. Ia tersenyum.
“Tidak usah di fikirkan.
Ngomong-ngomong, sensei baru pertama kali melihatmu. Apa kamu anak baru?” Ucap
sensei itu sembari mengamatiku. Aku mengangguk.
“Iya. Hajimemashite,
watashi wa Nia Kazuki desu.” Sensei itu tertawa pelan. Aku memiringkan kepala.
“Nama sensei Suzuna. Kamu
pasti baru pertama kali ke Jepang.” Ucapnya di sela tawanya. Wajahku
memerah. “Tenang saja. Seiring
berjalannya waktu, aksenmu akan semakin membaik dan tidak kaku.”
“Terima kasih banyak
sensei.” Ucapku sambil tersenyum. “Oh ya, apa sensei tau dimana kelas 7-3?”
“Kelas 7-3?” Aku
mengangguk. Suzuna-sensei mengangguk. Ia
langsung menggiringku ke kelas TEPAT di
depanku. Aku menutup wajahku sembari menunduk.
“Ah..ahahaha.. Jangan
gugup, tenang saja. Dulu sensei juga pernah mengalami hal yang sama sepertimu
saat sensei masih mudah dulu.” Hibur Suzuna-sensei. Aku tau, ia hanya ingin
membuatku lebih baik. Namun ntah kenapa itu malah membuatku tambah terpuruk.
“Ahahaha.. Silahkan duduk
disini. Kalau begitu, sensei pergi dulu ya.. Semoga harimu menyenangkan~”
Suzuna sensei memaksaku duduk di kursi barisan tengah kedua. Ia langsung
melesat keluar dari ruangan.
“Haaahh…” Aku menghela
nafas sambil menundukkan kepala.
Teeet…Teeet…. Teeet…
Beberapa murid langsung
menduduki kursinya masing-masing (Sebagian ada yang sudah di kelas dan sudah
duduk). Aku menegakkan kepalaku, melihat suasana sekitar. Mereka sama sekali
tak gaduh ataupun saat bel tanda masuk berbunyi. Padahal guru belum masuk sama
sekali.
Tap..Tap..Tap..
Langkah kaki anggun
terdengar dari koridor. Mereka semua menatap pintu ruang kelas.
Sreet!
Seseorang memasuki ruangan
ini. Aku tercengang.
‘SUZUNA SENSEI!’ pekikku
dalam hati.
“Oohayou3 Minna4~”
Seru Suzuna sensei riang.
“Oohayou sensei!” Balas
semuanya. Suzuna sensei tersenyum.
“Hari ini kita kedatangan
murid baru lho~” Seru Suzuna sensei.”Kazuki-san, Kochi5.”
Aku terlonjak. Seluruh
mata menatapku. Tubuhku panas-dingin. Aku membangkitkan diri dan berdiri di
depan.
“Ha..Hajimemashite6.. Watashi7 wa Nia Kazuki
desu..” Ucapku gugup. Suzuna sensei menepuk bahuku.
“Ia baru pindah rumah
lusa lalu di kota ini. Belum lagi, ia memasuki sekolah ini dengan biasiswa dari
sekolahnya di Negara sebrang.” Jelas bu Suzuna tersenyum. Murid-murid bersorak kagum.
Aku menoleh cepat.
“Ba-bagaimana sensei-?”
“Yosh8! Ada
pertanyaan?”
“Sensei!” Seru seorang
wanita dengan rambut tergerai berwarna kecoklatan. Matanya sedikit tajam namun
manis. Aku mengerutkan dahiku.
‘Anak itu… Sepertinya
aku pernah melihatnya..’
“Ya? Ara9? Sensei baru ingat. Kita
mempunyai dua nona Kazuki.” Ucap Suzuna sensei.
‘Sudah kuduga!!’ Seruku.
Ekspresi kaget yang tak tergambarkan terhias di wajahku. Suzuna sensei
melihatku kebingungan.
“Kazuki..-san? Atau
mungkin, Nia-chan?” Suzuna sensei menggoyang-goyangkan tangannya di depan
wajahku.
Saingan terberatku. Mia
Kazuki.
“Nia-chan. Kamu boleh
duduk sekarang..” Ucap Suzuna sensei lembut.
“Hai10 . Arigatou.” Ujarku pelan sembari berjalan ke
tempat dudukku.
“Arigatou?” Sensei
menatapku kebingungan. Aku menghela nafas panjang.
Teeett…Teeettt…
Aku menempelkan pipi di
atas meja. Beberapa anak sedang bercanda di depan tempat dudukku.
“Berisik sekali…”
Gumamku. Aku menghela nafas panjang. Dua orang berlari riang mengitari barisan
vertical kursiku.
Duk!
Salah satu dari mereka
jatuh tersungkur bersama dengan kursiku.
“Aw..” Aku menyentuh
kepala bagian belakang. Bagian punggung badan dan belakang kepalaku terasa
nyeri sekali.
“Hei, kenapa kamu
lakukan itu?” Seru anak yang terjatuh tadi. Aku menatap anak itu. Dia Mia
Kazuki. Aku menggeram.
“Harusnya aku yang bilang
seperti itu!” Balasku. Anak itu mempelototiku.
“Kenapa harus kamu yang
bilang begitu?! Lagipula apa masalahmu?” Ia semakin menaikkan nada suaranya.
“Kamu yang mempunyai
masalah denganku. Dasar petakilan! Apa kamu tidak lihat dari tadi aku diam
saja?!” Balasku kembali. Ia menggeram, begitu pula denganku.
“Kamu cari masalah
denganku?!”
“Tidak! Kamu yang cari
masalah denganku!!” Aku semakin menjadi-jadi.
“Apa kamu bilang?!?”
“Aku bilang kamu yang
cari masalah denganku!!!” Seruku. Kami bertatapan sembari saling menggeram.
Seorang lelaki dengan wajah sedikit memelas namun tegas menghampiri kami.
“Yosh! Sudahlah! Apa
masalah kalian?” Ucapnya sambil menyentuh pundak kami.
“Tidak usah ikut
campur!” Seru kami bersamaan. Ekspresinya berubah kaget.
“Glk!” Lelaki itu
menghela nafas panjang. Dua anak lain menghampiri kami.
“Taichou11 , disitu kamu rupanya. Apa yang sedang kamu
la- heee?!” Ia terlonjak saat melihat kami berdua. “Ke-kenapa.. Ada dua Kazuki-san?”
“Apa? Maksudmu aku
berwajah sama dengan Orang itu?! Aku
lebih baik mati daripada harus kembar dengan dia!” Seruku blak-blakkan.
Orang-orang yang ada di sekitarku menatapku takjub.
“He-hebat…” Lelaki yang
baru datang tadi menatapku. Ia langsung memegang kedua tanganku dengan mata
berbinar. “Namaku Ryuichi Seiyuku dan dia Lala Brishtove! Kamu adalah orang
pertama yang berani melawan Kazuki-san. Senang berkenalan denganmu!”
Aku menatapnya
kebingungan. Lelaki yang tadi menepuk bahuku tersenyum padaku.
“Namaku Tobi
Jabberchski. Aku ketua kelas di kelas ini. Salam kenal anak baru.” Kata Tobi
sembari tersenyum. Kulihat seorang wanita ikut
tersenyum. Aku tersenyum kecut.
Aku mempunyai teman dengan
cara yang aneh… Sangat aneh…
Diam-diam Mia menatapku sinis. Aku mendegup dan
pura-pura tak melihatnya,hanya tetap
focus kepada Tobi, Ryuichi, Lala.
…
Ngomong-ngomong, Ingin
tahu kenapa kami bisa menjadi saingan?? Begini ceritanya:
Saat kelas 6 SD, di Negeri
sebrang~
“Ibu akan
mengabsen kali 1-1. Jika namanya dipanggil, harap angkat tangan.” Kata
wali kelas kami . Ia menyebutkan nama anak-anak satu persatu sampai...
“Nia Kazuki” Ucapnya.
Aku mengangkat tanganku.
“Lho, kenapa ada 2 orang
yang mengangkat tangan?” Ucap wali kelas kami terkejut. Aku ikut terkejut dan
menoleh ke belakang. Ada seseorang yang ikut mengangkat tangannya.
“Hey siapa kau?? Aku
Nia!” Kataku kepada anak yang mengangkat tangannya itu.
“Aku Mia, bukan Nia!”
Balas Anak itu dengan ketus.
“Lalu kenapa kau
mengangkat tanganmu?? Padahal yang di absen itu ‘Nia Kazuki’ Bukan Mia!”
Balasku tak mau kalah.
“Aku Mia Kazuki! Jadi
wajar kalau aku ikut mengangkat tanganku!” Balasnya dengan kasar. Aku
terbelalak.
“Argh...!!” Aku mengatur nafasku.
“Maaf, Bukankah itu
namaku??” Kataku sambil tersenyum.
“Itu namaku!” Katanya
dengan ketus.
“Ya ya… Soal nama jangan
di masalahkan!” Wali kelasku langsung memisahkan kami berdua. Kami langsung
berpandangan lalu saling membuang muka.
Istirahat tiba...
Aku melihat seorang anak
perempuan tengah kesusahan menggunakan mesin coca-cola. Aku menghampiri anak
itu.
“Hey.. mau ku bantu?”
Tawarku. Akupun menunjukkan tombol-tombol yang harus ditekan, anak itu
menebaskan tanganku.
“Tidak perlu!” Katanya
ketus. Aku membelalak. Langsung saja aku menyelaknya dan membeli sesuatu.(agar
tak dibilang canggung). Aku pun pergi meninggalkannya dengan kesal bercampur
aduk dengan senang. Dia mengejarku kemudian menepuk pundakku.
“Te-terima kasih telah
membantuku… Ini!” Katanya seraya menyerahkan 1 botol fanta mini. Aku menatapnya
sinis.
‘Kapan dia
memakainya? Padahalkan tadi dia kesusahan menggunakan mesin itu.’
Gumamku. Aku berusaha menghilangkan fikiran negativeku. Aku tersenyum
lalu mengambil Fanta itu.
“Terima kasih.” Ucapku.
Ia mengangguk. Kami meminumnya bersama-sama. Seseorang berjalan menghampiriku.
“Hai! Nia.” Sapa Tari,
sahabatku. Aku dan Miapun menyahut.
“Siapa kau…” Kata Mia
dengan kasar (Suara dan wajah kami hampir sama. Akan mudah bila seseorang
mengenali perbedaan kami) Mata Tari berkaca-kaca.
“N…Nia jahat!!” Teriak Tari
sambil berlari jauh. Aku kebingungan melihat tingkahnya.
“Tunggu Tari!” Teriakku.
Tari akhirnya berhenti dan mengelap air matanya.
“Begini… Tadi yang bilang
itu bukan aku, tapi anak yang ada di sampingku tadi. Jangan tersinggung ya
Tari.. Aku juga gak tau kenapa dia bisa mirip banget sama aku.” Jelasku
tergesa-gesa. Tari terdiam.
“Serius Ri… Smile You
Don’t Cry.” Ujarku sambil merengut. Tari tersenyum kecil. Dia mengangguk.
“Iya aku maafin.. Kita
balik ke tempat tadi yuk!” Ajaknya sembari menggandeng tanganku. Kamipun
kembali ke tempat semula. Sesampainya disana,kami tidak melihat sosok Mia.
“Kemana Mia?” Gumamku.
Tari menatapku.
“Jadi itu Mia? Kenapa
dia mirip banget sama kamu? Sahabat kamu aja sampe ga bisa bedainnya.” Celetuk
Tari. Aku menaikkan bahuku.
“Gatau deh Tar… Ntah
kenapa nama belakang dia juga sama kaya aku.” Ujarku pelan. Kami berdua duduk.
“Maksudnya?”
“Hei!” Mia mendadak
muncul dengan kalemnya. Aku menatapnya.
PLETAK!
“AW! Sakit tau! Kamu
tidak tau ya rasa sakit itu seperti apa?!” Pekiknya sambil menggulungkan lengan
bajunya. Tari menatapku takjub. Aku mendiami mereka berdua sembari membuka
fanta pemberian Mia.
“Dasar sok kuat….”
Ujarku pelan. Mia menatapku tajam.
“Kh!” Mia berlari
meninggalkan kami. Aku menatap lurus ke depan. Tari menatapku sambil menghela
nafas.
“Kenapa kamu ngelakuin
hal itu?” Tanya Tari sembari menghempaskan diri ke rerumputan. Aku menghela
nafas. Tari tersenyum.
“Kamu ga suka di saingi
orang?” Tanya Tari lagi. Aku mengangguk pelan.
“Yaah… Kalo ngga begitu
sih bukan Nia namanya.” Celetuk Tari sembari terkekeh pelan. Aku tersenyum.
“Aku ada ide.” Tari
membisikkan sesuatu padaku. Mataku melebar. Selesai membisikkanku, aku
mengangguk riang lalu menyentuh kedua tangan Tari.
“Makasih ya Tar! Aku
bakal coba saranmu nanti!” Seruku tersenyum.
“Ah, lebay banget nih..
Iya. Sukses ya.” Balas Tari sambil terkekeh.
“Tar, aku duluan ya. Daah!” Aku melambaikan
tangan dan pergi menuju kelas. Tari menatapku dari jauh. Dengan tatapan… Aneh.
Sesampainya di kelas,
aku melihat Nia sedang sendirian di kursi dekat jendela. Aku mendekatinya
dengan senyum kemenangan.
“Apa?” Ia menatapku
dingin. Aku mendegup.
“Mia.. Aku minta maaf
soal tadi.” Ucapku pelan. Aku sedikit memalingkan wajah. Perasaanku bercampur
aduk dengan senang-kacau- dan terinjak-injak. “Aku ga bermaksud buat ngomong
begitu..”
Aku mengulurkan tanganku
padanya. Ia menatap tanganku kemudian menghela nafas. Mia menyambar tanganku
lalu tersenyum.
“Baiklah. Tapi jangan kamu
ulang lagi oke?” Mia tersenyum. Aku mengangguk. Kami berjabat tangan cukup
lama. Kami terkekeh pelan.
“Ngomong-ngomong, aku punya sedikit permintaan.” Ucapku. Mia mengerutkan alisnya. Aku
mengubah jabatan kami menjadi seperti adu panco melayang. Aku menatapnya dengan
penuh keyakinan. “Mulai hari ini, kamu adalah sainganku! Jangan pernah berani melangkahiku!”
Senyum kemenangan terhias
di bibirku. Mia terdiam.
Hening sesaat…
‘Tidak ada ekspresi?!’
Batinku. Mia menghela nafas. Ia melepaskan jabatan kami dan kembali menatap
jendela.
“H-hey!” Seruku. Mia
terdiam. Aku menggembungkan pipiku. “Li-lihat saja, aku akan menjadi lebih baik
darimu! Lihat saja nanti!!” Aku berseru sembari berlari keluar kelas. Mia
menatapku kebingungan.
Teett…Teett..
Begitulah ceritanya.
Memang aneh, tapi itulah kejadiannya. Sebenarnya, kalau aku tidak memulainya,
pasti aku sudah menjadi sahabat baiknya.
Okay, To The Story again~
…
“Aku pulang!” Teriakku.
Tapi, tidak ada yang menyahut.
“Aneh sekali, biasanya
mama menyambutku. Tapi, kenapa sekarang tidak di sambut lagi?” Aku mengelilingi
seluruh rumahku.
“Mama… Mama dimana?”
Teriakku seperti anak yang tersesat di sebuah tempat. Aku menuju ke kamar mama.
“Mama?”
TING TONG!
“!!!”Aku segera menuju
pintu depan dan segera membukakan pintu.
“Paket anda Nona.” Kata
pak pos ramah. Badanku melemas. Aku tersenyum ramah.
“Terima kasih…” Jawabku.
Saat aku ingin menutup pintu, pak pos itu menahannya dengan kuat. Aku
terlonjak.
“Maaf sebelumnya, tapi
anda belum menandatangani ini.” Kata pak pos itu sembari menyerahkan pulpen dan
papan jalan.
“Aah, Gome11.” Aku
menandatangi surat itu kemudian menyerahkannya. Pak pos itu tersenyum.
“Arigatou. Semoga harimu
menyenangkan.” Ucapnya sambil berlalu. Aku menutup pintu dan duduk lemas
di sofa terdekat. Paket itu berada di
atas perutku. Aku menatapnya.
‘Apa aku pernah memesan
sesuatu?’ Batinku. Aku menaruh paket itu di atas meja dan membukanya. Sterofoam
berwarna pink menutupi isinya. Aku mengerutkan alis.
‘Sterofoam? Apa benda
ini mudah pecah?’ Batinku lagi. Aku mengecek setiap sudut kardus namun tak ada
tulisan apapun. Aku memutuskan tuk langsung mengambil isinya.
“WTF?!” Seruku. Ternyata
isinya sepasang sarung tinju dengan baground biru laut berkarakter Patrick
dengan tampang bodohnya. Aku merenyitkan mataku sebelah.
“Siapa yang mengirimkan…
benda supernatural ini??” Ujarku. Aku menaruh sarung itu di samping
kardus. Aku memasukkan tanganku di
antara sterofoam-sterofoam elastic itu.
“Ah, ini dia.” Aku
mengeluarkan amplop bermotif feminime dengan sisi berwarna hijau toska, dengan
warna dasar coklat polkadot putih. Di depan surat itu, terdapat kertas ditempel
bergambar teddy bear.
“Lucu sekali..” Ucapku.
Aku membuka surat itu secara perlahan dan mengluarkan isinya. Kertasnya
berwarna putih polos.
‘Kupikir kertasnya akan
bergambar animasi seperti suratnya.’ Batinku. Aku melebarkan mataku.
SURAT TANTANGAN
Tulisan
itu tertera di depan kertas.
“Apa-apaan
ini??” Pekikku. Aku membuka kertas itu.
Pakailah! Ini hadiah untukmu
Sekian…
Mia Kazuki
Aku
mendegup. Kupikir ia tidak akan menerima tantanganku satu tahun yang lalu. Aku
mengambil secarik kertas. Tanganku bergetar saat menulis.
Apa-apaan ini?!
Aku tidak akan mau menerima benda konyol seperti ini!
Jangan harap aku akan memakainya besok pagi!
Nia Kazuki
“Dia pikir dia siapa??”
Gumamku sembari memasukkan kertas itu ke dalam amplop tadi.
“Ukh.. Kenapa sulit sekali memasukkan kertas
sekecil ini?” Aku mendengus. Terlihat ada secarik kertas lain di dalam surat
ini. Aku mulai membaca surat itu.
“Anak ini…”
To be continue….
***
Note: Kelanjutan cerita
akan di posting dua minggu sekali…. Jadi tunggu yaa… Terkadang aku suka
sibuk di sekolahan, jadi ceritanya absen melulu, Gomen ^_^
~ Kamus Kecil ~
Sensei : Bu/pak
guru
Arigatou
Gozaimasu : Terima
Kasih banyak
Oohayou/ohayou
gozaimasu/oha : Selamat pagi
Minna : Semua
Kochi :
Kemari
Hajimemashite : Perkenalkan
Watashi :Aku
Ara : Wah.
Ara : Wah.
Yosh :
Baiklah
Hai : Ya
Gome/Gomenasai : Maaf
No comments :
Post a Comment
Jangan lupa untuk meninggalkan jejak ^^
I'll be waiting for your comment ^_^