Sunday, December 2, 2012

Ai wa amaidesu ( 愛は甘いで)


PROLOG
Saat pertama kali airin sekolah, ia selalu di bully oleh teman temannya. Karena airin tak tahan dengan sikap teman-temannya itu, akhirnya dia menjauhi teman temannya. Di stiap jam istirahat,dia selalu memakan bekalnya sendirian. Dia baru menyadari bahwa ada murid yang bernasib sama dengannya.... 


 CERITA I:
          PERTEMUAN PERTAMA

Hallo! Aku Airin . Aku murid kelas X. Sekolah seika-high school itu benar benar menyebalkan! Aku sudah memohon kepada kedua orang tuaku untuk memindahkanku ke sekolah yang lain. Tapi, mereka melarangku. Mungkin karena aku tidak usah mengeluarkan biaya. Karena, aku bisa bersekolah disini karena biasiswa dari sekolah lamaku. Ditambah lagi,Aku adalah murid yang paling sering di Bully! Menyebalkan sekali!! Belakangan ini, aku selalu melihat anak yang selalu menyendiri.

    Aku melihat keArah anak yang duduk di pojokan sambil menopang dagunya.
Aku benar-benar penasaran dengan anak ini, kenapa dia menyendiri? pasti ada menyebabnya. Kataku dalam hati.

"Bu Tania datang!!" Teriak ketua kelas kami, Rita.Semua kelas langsung menjadi sunyi dan semua murid buru-buru duduk di tempatnya masing masing. Ketua kelas kami menyiapkan kelas dan duduk rapih.

    "Baiklah..Kumpulkan PR kalian" Kata Bu Tania. Seperti biasa,jika ada guru yang berkata seperti itu,pasti akan ada banyak murid yang dihukum.  

  "Kalian ini bagaimana sih!! Padahal Ibu Sudah kasih waktu 1 minggu!! Apa kalian ingat 'KAPAN IBU MEMBERIKAN PR INI??" Tanya bu Tania kepada seluruh kelas sambil melotot ke arah anak-anak yang di hukum. Murid yang melihat itupun langsung ketakutan.

  "Senin yang lalu bu." Jawab seluruh murid serempak.

  "Dan sekarang hari apa??" Tanya bu Tania.

  "Senin Bu." kata mereka serempak.

  "Berarti, Berapa hari ibu memberikan kalian waktu itu mengerjakan PR??" Tanya bu Tania lagi.

"1 Minggu Bu." Jawab mereka serempak.

"Lalu kenapa kalian tidak memanfaatkan waktu yang berharga itu untuk mengerjakan tugas!?" kata bu Tania dengan nada tinggi kepada anak-anak yang berdiri di depan kelas.

"Lupa bu...."
"Kalian ini! kenapa kalian melakukan kesalahan yang sama berkali-kali? Padahal ibu sudah memberi waktu untuk mengerjakan pr dalam jangka panjang!" Suasana kelas pun berubah menjadi sunyi. Bu Tania menghela nafas panjang sambil menggelengkan kepalanya.

"Ibu tidak mau tau, Pokoknya kalian harus berdiri di luar kelas sampai jam istirahat dengan mengangkat 1 kaki!" Kata bu tania .Dengan lemas anak-anak nakal itu pun berdiri di depan kelas dan
mengangkat kaki 1. 

"Kalian harus mengangkat kaki kalian sampai jam istirahat!! Jika ada yang tidak mengangkat kakinya, ibu akan memberi kalian hadiah. KALIAN TIDAK BOLEH IKUT PELAJARAN SAMPAI PULANG!!!!" Kata bu tania.
   GLEK! Anak-anak nakal yang dihukum itu pun menelan ludah dan melaksanakan apa yang di perintahkan Bu Tania. Dari luar, terdengar percakapan antara dua orang.

Orang pertama: "Hey, kau jangan duduk! kata bu Tania kau harus tetap seperti ini."
Orang Kedua   : "Tidak apa apa, Lagipulakan Bu Tania tidak mengetahuinya."

Tanpa di sadari, ternyata bu Tania sudah ada di depan pintu sambil menghentakan kakinya kelantai berulang-ulang.
"Tadi ibu bilang apa hah?!" Kata bu Tania sambil melotot. Kedua anak bandel itupun langsung diam dan fokus pada pekerjaan mereka masing masing. Melihat kejadian itu, kami semua pun langsung tertawa pelan kemudian menahan tawanya karena takut di hukum oleh guru 'killer' kami ini.


TENG...TENG...TENG...


Semua murid pun langsung berhamburan ke luar kelas termasuk anak anak badung itu. Hampir seluruh anak di kelasku tertawa dan ada juga yang menahan tawanya lalu pergi ke kantin, Tapi aku tetap di kelas seperti biasanya. Anak-anak nakal itu merengut lalu berlalu. Lalu Aku pun menghampiri anak yang masih menopang dagunya itu.
"Hey, Siapa namamu? Kenapa kau tidak istirahat? dan kenapa kamu selalu menopang dagumu?" Kataku memulai pembicaran kemudian menjulurkan tanganku kepadanya.

   " Kamu sendiri kenapa gak istirahat bareng yang lain? Namaku Andi.Memangnya kenapa?" Katanya sambil tersenyum malas lalu memalingkan muka.

  "Huuu... Akukan hanya bertanya. Itu rahasia! Ya.. gak apa-apa sih, Akukan cuma mau tau." kataku. aku pun merengut ke arahnya dan memasang muka malas. Dia tidak menggubrissnya sama sekali. Bahkan, dia sama sekali tidak menoleh ke arahku.

"O,iya, Kamu masih belum jawab pertanyaanku ." Kataku menagih pertanyaanku yang belum ia jawab sama sekali.

"Pertanyaan apa?" Katanya dengan nada malas. Aku pun terlonjak dan memasang muka malas. Kemudian ia melirikku, lalu memasang muka ngeri karena melihat mukaku. Aku yang melihat itu pun sdikit bingung. Memangnya ada apa dengan mukaku??.Tanpa Ba-Bi-Bu lagi, aku pun langsung menarik tangannya.

"Ke Kantin yu! kamu bawa uangkan??" Kataku sambil berusaha membangkitkannya dari tempat duduknya yang seperti lem itu.

"Aku Bawa Bekel ko, Jadi, gak usah jajan lagi." Kata Andi dengan nada malas.

"Tapi, kamu bawa uangkan?" Kataku yang masih berusaha menariknya dari kursi ber'lem' itu. 

"Iya"  jawab Andi singkat. Sedangkan aku masih berusaha menariknya.

  "Arghhh!! Susahnya!! Hey! Ada apa dengan kursimu!? kenapa kamu susah sekali untuk bangun!?" Kataku yang masih kesusahan untuk membangunkan si anak malas ini dari kursinya. Andi pun bangkit dari kursinya sedangakan aku terpental.

 "Kamu ini gimana sih! Aku udah susah payah menarik kamu. Tapi kamu malah pentalin aku!" Teriakku yang berada 5cm lebih jauh dari dia.

 "Hahahaha.. maaf-maaf." kata Andi sambil menggaruk-garuk kepalanya.

 "Oh iya, tadi nama kamu siapa? Aku lupa?" Kata andi lagi dengan muka tidak bersalah.

 "Aku Airin. Masa bisa lupa secepat itu?!" kataku sdikit kaget.

"Hahahha.. Tadi, aku agak males jawabnya. Kamu bawa bekelkan? Makan bareng yu" Kata Andi.

"Boleh aja.. Udah lama aku gak pernah makan bekel bareng temen sekelas"

"Bagus! Kutunggu di kantin ya.. Daah" Kata Andi sambil bergegas ke kantin. Aku pun melihat ke arahnya yang sedang berlari ke kantin.

Aneh.. sepertinya ada yang janggal ya? apa dia meninggalkan sesuatu? . Aku pun melihat mejanya. Ternyata, bekalnya tertinggal!
Dasar.. padahal, dia yang mengajakku memakan bekal, Tapi, bekalnya sendiri tertinggal di kelas. Aku pun mengambil bekalnya lalu mengambil bekalku dan pergi ke kantin. Di kantin, Semua anak menatap ke arah Andi dengan muka ngeri. Aku pun berjalan ke meja Andi. Aku melihat anak-anak yang melihat ke arahnya itu seperti melihat monster buas yang akan memakan mereka 1 per 1.

Aneh sekali.. apa jangan-jangan Andi itu anak yang paling di takuti di sekolah ini? Menurutku dia tidak ada seram-seramnya. Kataku dalam hati sambil membanding-bandingkan Andi dengan monster buas . Setelah sampai di tempat dudukku dan Andi, Aku langsung berbisik kepadanya tentang apa yang baru saja aku lihat barusan.
"Tenanglah.. Itu hanya hal biasa.. Sekarang, kau tahukan kenapa aku selalu menyendiri dikelas??" Katanya. Lalu ia menghela nafas dan tersenyum simpul.

"Aku tidak akan paham jika kau tidak menjelaskannya secara detai!"Kataku setengah berteriak. Anak-anak yang ada di sekeliling kami menghiraukannya karena takut kepada A-N-D-I.

"Aku juga tidak paham dengamu." Katanya dengan nada datar kemudian duduk ke arah lain.

"Maksudmu?"

"Sudahlah... Kau tidak akan mengerti. Ini urusanku, bukan urusanmu.."

"Hhh.....!!!" Aku menggerutu disitu, sedangkan Andi tidak memperdulikannya sambil meminum Coca-cola yang ia pesan. Aku pun menghela nafas panjang.

"Baiklah! Aku kalah! Kita lewatkan pembicaraan yang tadi. Ini, Bekalmu tertinggal di kelas." kataku sambil menyerahkan bekalnya yang tertinggal di kelas.

"Ngomong-ngomong, Kotak bekalmu lucu juga ya" Kataku sambil menahan tawa dan melirik kotak bekalnya.

"Memangnya ada apa dengan kotak bekalku!?" Katanya dengan nada tinggi sambil menggebrak meja sekeras mungkin. Tak sengaja aku tertawa selepas mungkin.. Sampai-sampai, aku tidak bisa mengontrol tawaanku. Semua anak melirik ke arahku dengan bingung. Aku langsung menghentikan tawaanku pada saat aku sadar bahwa semua anak mendelik ke arahku. Aku langsung salah tingkah. Dan sekarang, giliran Andi-lah yang tertawa. Aku langsung merengut.

"Huh! CURANG! Kenapa kamu tidak di delik sama sekali dan di pandangi sepertiku!?" Pekikku.

"Salah sendiri kenapa menertawakanku?" Ejeknya lalu menjulurkan lidahnya. Aku mendengus kesal. lagi lagi aku yang kena batunya! Argh!! Aku benar benar kesal sekali! Lagi-lagi aku merengut kesal. Andi yang melihat itu hanya tersenyum.

"Sudahlah... yang tadi lewatkan saja... makan bekel yu, nanti mekar lho!" Kata Andi dengan nada lembut.

10 menit kemudian..

Suasana menjadi hening... Aku mendelik ke arah Andi, Kemudian andi melirik ke arahku... Lama kelamaan kami berpandangan... Ntah kenapa aku seperti ingin cepat-cepat pergi dari tempat itu. Mukaku memanas dan kemudian aku memalingkan mukaku. Andi langsung menuju ke kursiku.

Aku melihat Andi yang makin lama makin mendekat ke arahku. Mukaku makin memanas ketika ia sudah ada disampingku dan duduk di sampingku. Aku langsung memalingkan mukaku, Aku pun memberanikan diriku untuk memandanginya. Dia melihat mukaku yang memerah dengan bingung.

"Kenapa mukamu memerah??"

"I-itu bukan urusanmu!" kataku sedikit gugup. kemudian dia kembali ke tempat duduknya.

"Hmm.. Kurasa kau harus ke dokter"

"I-itu tidak perlu! Lagi pula,i....inikan hanya memerah di muka dan tidak bersifat sementara!" Kataku lalu memalingkan mukaku. Aku masih gugup berbicara di depannya. Aku pun menghela nafas panjang kemudian berbalik ke arahnya.
"Benarkah?? Aku hanya mengingatkanmu karena aku khawatir kau terkena Cacar, Dan yang paling kukhawatirkan aku takut kalau aku tertular nantinya" Katanya santai.

"Ma...Mana mungkin aku mengidap menyakit itu lagi?? Dulu, pada saat aku masih TK aku sudah pernah
terkena penyakit itu." Pekikku. Dia hanya tersenyum tipis.

Ini benar-benar aneh sekali... baru pertama kalinya... Aku.. Aku pun menggelengkan kepalaku.. Tenang Airin tenang... diakan hanya temanmu, bukan hantu ataupun monster. Kemudian, aku melirik ke arahnya, Ku lihat ia sedang meneguk Coca-colanya.

"Aku rasa, Coca-colamu itu tidak pernah habis ya?" Kataku lalu mengangkat alisku dan menutup mulutku karena ingin tertawa.
"Kau memasang muka jelek, kau tahu? "Katanya santai lalu mengambil sesuatu di kantongnya.

"Hey! itu tidak ada hubungannya dengan pertanyaanku! Kau ini aneh ya.. Mana mungkin 1 kaleng Coca-cola kecil bisa utuh dalam jangka panjang...padahal... kau telah meminumnya beberapa kali" Pekikku. Kemudian dia mengeluarkan sesuatu dalam kantongnya. Lalu dia menyerahkan 1 kaleng Coca-cola kepadaku.

"Nih! bilang saja kalau kau ingin itu juga kan?" Senyuman mengejek mengembang di bibirnya. Aku mendengus kesal. kemudian meneguk coca-colanya.

"Apa?! Mana mungkin aku menginginkan..."

"Sudahlah... apa kau mau aku mengambilnya kembali?" Ejeknya. Lalu tangannya menyambar ke arah coca-cola yang ada di tanganku.

"Tidak mau! wee" Balasku lalu menjulurkan lidahku. Dan tetap setia pada coca-cola yang ada di tanganku. Lalu aku membukanya dan meneguknya. Setelah memakan bekal dan meminum coca-cola. Aku merasa ingin ke belakang. Aku langsung bangkit dari tempat dudukku lalu beranjak pergi...

"Hey, kau ingin kemana?" Kata Andi tiba-tiba. Aku menghiraukannya. Aku berjalan cepat menuju ke toilet.

"Airin, Awas! Melangkahlah dengan hati-hati! dibelakangmu ada batu!" Teriak Andi dari kejauhan. Tapi terlambat, aku sudah tidak mendengar perkataannya lagi. Samar-samar terlihat Andi berusaha mengejarku. Aku kaget melihat Andi yang begitu cepat lari ke arahku. Akupun ketakutan ketika Andi hampir sampai ke dekatku. Aku mempercepat lariku. Aku pun tersandung begitu pula Andi yang sudah ada di depanku. Kami berpandangan sdikit lama.

"Posisi macam apa ini?"

"Kyaaa! Menjauhlah!! Kau bodoh!" Teriakku. Lalu aku mendorong Andi. Aku langsung berlari ke toilet. Selesai dari toilet, aku melihat ke kaca.

"Dasar Andi bodoh! sudah tahu aku sudah tak tahan! Dia malah menambahkannya.. BODOH!!" Teriakku kepada kaca yang ada di depanku. Lalu aku membereskan baju dan rambutku kemudian keluar dari toilet. Pada saat aku ingin ke kelas, ada seseorang yang memegang tanganku.

"Eh.... Umm... Airin." Katanya dengan gugup. Aku tidak begitu melihat mukanya. Ia menundukkan kepalanya. "Maaf ya soal yang.. tadi. Anu, ini...." Katanya dengan gugup. Dari logat suaranya aku sudah tahu kalau itu Andi. Aku mengangguk. Dia sama sekali dia menegakkan kepalanya. 

Oh iya... kan dia menunduk, pasti tak terlihat. Pekikku dalam hati.

"Tegakkanlah kepalamu." Kataku sambil tersenyum. Iapun menegakkan kepalanya. Aku benar-benar tidak percaya melihat mukanya yang memerah dan hampir ingin menangis.

Dia lebay juga ya. Kalau boleh jujur, mukanya manis juga untuk seorang laki-laki... Hehehe... Aku bahkan hampir tak mengenalnya. Aku menghela nafas panjang.

"Hahhh... Baiklah, aku memaafkanmu. Tapi, jangan lakukan lagi ya?" Kataku dengan hati-hati (Karena mukanya yang sekarang mirip dengan perempuan). Andi langsung mengelap matanya yang lembab.
"Benarkah? Terima kasih. Ya, Aku janji! Tapi, itukan kejadian yang tak di sengaja jadi..."

"Apa kau bilang?! Apa kau mau aku tak memaafkanmu?!"

"Akukan hanya bercanda... Ayolah.."

"Huh!"



.... 



"Airin, kau pulang dengan siapa?" Kata Andi tiba-tiba. Aku berfikir senejak.

Hening sesaat...

"Tidak dengan siapa-siapa." Kataku singkat. Lalu aku pergi meninggalkannya. Andi menahan tanganku.

"Bagaimana kalau kuantar?" Matanya menandakan kalau dia benar-benar serius ingin mengantarkanku. Matanya itu seperti sedang mempelototiku, Aku langsung berkeringat.

"Y...ya.." Kataku terbata-bata karena takut melihat mukanya itu.

"Bagus! Ayo!"Katanya seraya menjulurkan tangannya. Aku sedikit gugup melihat tangannya ada di depanku. "Tunggu apalagi? Ayo!" Kata Andi. Dengan cepat ia memegang 'telapak tanganku' lalu menarikku dengan paksa.

"Kyaa..!! Kau bodoh! Kalau tanganku panjang bagaimana?" Teriakku dengan kencang. Dia berhenti sejenak aku terdorong ke arah punggungnya.

"Aw.." rintihku pelan.

"Kenapa kita berhenti disini?" Tanyaku pelan. Tak sadar Andi 'menggiring'ku sampai ke ujung jalanan. Andi tidak mengucapkan apa-apa. Tak sengaja, Aku melihat sesuatu di ujung jalan sana. Banyak kerumunan orang-orang..

"Hey lihat, ada apa disana??" Andi menoleh ke arahku. Kemudian aku menunjuk tempat yang ku maksud.

"Bagaimana kalau kita kesana??"

"Itu tidak perlu. Lagipula, itu merepotkan kau tahu? Aku tidak suka melihat yang bukan urusanku" Kata Andi santai dengan wajah tidak bersalah sama sekali. Aku lesu melihat tingkah Andi yang amat menyebalkan ini. Karena aku benar-benar penasaran, aku langsung menarik tangan Andi yang bersender di tiang jalan. Aku pun berhenti.

Tempat yangku tuju sudah ada di depanku. Dengan susah payah aku berusaha masuk ke dalam kerumunan itu. Andi menyusulku. Aku terbelalak tidak percaya melihat korban kecelakaan itu. Semua badanku berubah menjadi lesu. Aku pun duduk di samping ayahku.

"A...Ayah.." Kataku pelan. Sedikit demi sedikit air mataku berjatuhan di pipiku. Aku benar-benar tidak percaya kalau ayahku akan wafat!

"Bodoh! Kenapa kalian hanya berdiri di sini? Dan kenapa kalian tidak menolong orang ini?" Kataku tiba-tiba. Semua melihatku dengan iba. Mereka hanya menaikkan bahunya. Tangisanku semakin menderas ketika melihat ayahku membuka matanya.

"A..Airin..."

"Ayah.. Bertahanlah! kita akan segera ke rumah sakit!" Kataku masih terisak-isak. Ayahku menggelengkan kepalanya.

"Ti.. tidak airin, ini adalah takdir. D..dan ayah harus menerima takdir ayah."

"Tidak ayah! Aku akan menahan takdir ini! Ayah harus tetap hidup! Demi aku dan ibu!" Teriakku sambil menangis. Ayahku menyentuh mukaku dengan lembut. Aku masih menangis kencang melihat ayahku yang sangat menderita. Ayahku menghela nafas panjang.

"A..Airin.. Dengarkan ayah. Kau harus tegar m...menerima... takdirmu karena Ayah sudah siap menerima takdir ini. Ayah tidak akan ada selamanya untuk ibu dan kamu." Kata ayahku pelan dengan nafas terengah-engah. Mataku bertambah lembab.

"A..Airin.. Ini pesan ayah. Kau harus menjadi anak yang baik untuk ibumu. J.. Jangan buat ia sa..sampai kecewa nantinya..." Ayahku tersenyum lemas. Tangisanku semakin menderas. Aku takut kalau aku benar-benar kehilangan ayahku.

"Airin... Apa k... Kau tidak mendengarkan ayah? Tolong, Jadilah anak yang baik ya?" Kata ayahku.
Lalu ayah memejamkan matanya untuk selama-lamanya. Aku menyentuh dada ayahku dan tangannya.

"Ti..tidak ada detak jantung dan denyut nadi..?" Kataku tidak percaya. Aku menangis kencang.

"Ayah!!" teriakku kepada ayahku. Orang-orang yang mengelilingi kami ikut menangis iba. Aku menggoyang-goyangkan badan ayahku. Andi duduk di sampingku sambil mengelus-ngelus kepalaku. Dia tak tega melihatku menangis sekeras itu. Aku melirik ke arah Andi dengan mata melembab. Lalu aku memeluknya dengan kencang. Mata Andi membulat dan mukanya memerah. Aku menangis dengan keras di baju Andi.

"A..Airin..?" Kata Andi dengan terbata-bata. Andi berusaha melepaskanku dari badannya. Aku mempererat pelukanku. Badan Andi langsung menjadi lesu. Dia tidak bisa berbuat apa-apa selain membiarkanku terus memeluk dirinya.



....

Keesokan harinya..

Aku menemui Andi di kelas. Andi tertidur lemas di mejanya.

"Ehmm... Andi, soal kemarin, terima kasih sekali ya. Kamu membiarkan aku menangis. Sampai-sampai bajumu basah. Hehehe..." Kataku gugup sambil berusaha memasang wajah semanis-manis mungkin. Andi mengangguk lemas lalu memalingkan wajahnya.

"Andi.. Kamu marah sama kejadian kemarin?" Kataku pelan. Andi menggeleng lemas.

"Lalu.. Kau kenapa?" Kataku pelan seraya memandanginya dengan muka iba. Andi memejamkan matanya. Mataku membulat.

"Aku belum sarapan..." Kata Andi dengan nada memelas. Aku pun terjatuh seperti ada yang menibanku.

"Hhh... Kau berlebihan.."  Aku menjitak kepala Andi. Andi hanya tertawa lalu ia
bangkit dari tempat duduknya. Tiba-tiba terdengar bunyi

Rrrr....! (bunyi perut). Aku cekikikan mendengar suara itu.

"Ahahahahaha... Bunyi apa itu??" Kataku sembari memegangi perutku.

"Ahahahha... Perutku sakit..Air mataku sampai keluar.. Ahahaha..." Andi hanya diam dengan muka memelas. Aku menghentikan tawaku dan mengelap mataku.

Huh! pake senjata! Pekikku dalam hati. Aku merengut sedangkan Andi hanya tersenyum kecil.

"Ehem... Ke kantin yu?" Tawarku kepada Andi. Andi mengangguk. Lalu dia memegang tanganku dan berlari cepat.

"Aaaaa.... Berhenti!!!" Teriakku sambil membetulkan rokku. Andi menghentikan larinya. Aku memegangi lututku dan mengatur nafasku. Biasanya, kalau lelah / sedang senang, jantungku berdetak kencang. Andi duduk di tempat biasanya dan meminum Coca-colanya.

"Coca-cola lagi... Coca-cola lagi..." Aku menggelengkan kepalaku lalu duduk di depannya ( Kursi kami berhadapan).

"Ada apa? Kau mau?" Kata Andi sambil menyerahkan sekaleng coca-cola.

"Ya sudah.." Kataku sedikit gugup.

"Haaah....jadi ingat waktu itu nih..." Kataku pelan.

"Tadi kau bilang apa?"

"Waaa!! Kau menguping ya!?" Terorku kepada Andi sambil menaruh telunjukku di depan mukanya. Andi menggelengkan kepalanya.

"Mana mungkin aku ingin menguping perkataan orang sepertimu?" Katanya dengan expresi muka tidak bersalah sama-sekali. Aku mengepalkan tanganku. Aku menghela nafas.

Tenang Airin tenang...kalau kau terpancing kau malah akan kalah! Aku tersenyum kepada Andi. Andi memiringkan kepalanya.

"Kau aneh ya... Beruntung aku tidak tertular sifatmu.." Katanya santai dihiasi dengan senyuman. Aku menatapnya sebal.

"Jangan pandang aku hanya dari jasmaninya saja! Belum tentu sifat asliku itu seperti itu!!" Kataku dengan cepat. Andi hanya bertepuk tangan.

"Wow! Hebat sekali! Tak kusangka orang sepertimu bisa berbicara bagus seperti itu." Ejeknya lalu meneguk coca-colanya. Aku menghela nafas panjang.

"Tentu saja..." Kataku santai. Aku menyender di kursi lalu menutup mataku. Aku menghela nafas panjang berkali-kali. Andi melihatku lalu mendekat ke arahku.

"Kamu benar-benar anak yang aneh ya... Apa kamu benar-benar sudah tak mengingat kejadian kemarin? Jadi... Sekarang kamu yatim?" Tanya Andi pelan. Aku membelalak. Nafasku berubah menjadi sesak.

"...." Aku menundukkan kepalaku. Aku mengingat kata-kata terakhir Ayahku. Tanpa kusadari, setitik air mata membasahi pipiku. Andi mendengar isakan kecil. Andi langsung memelukku.

"Sudahlah... Lupakan saja kejadian itu.. Maaf kalau aku membuatmu mengingat kejadian kemarin." Kata Andi dengan lembut. Tangisanku makin menderas mendengar perkataannya itu.

"Hwaaaaaaaa.....!!!!"


-To Be Continue


CDA (Comment Dari Author):

Hehehe... Gimana-gimana?? Sebenernya, cerita ini terinspirasi dari orang yang kusuka saat aku les, hehehe ^^ Tapi itu udah sekitar 9 bulan yang lalu *sigh. Dan sekarang aku udah gak begitu suka lagi sama dia. Hal yang kutakutkan gimana kalau aku gak terinspirasi lagi ._.? Tapi untungnya aku udah punya penggantinya, jadi mungkin dengan begini, aku bisa kembali 'terinspirasi' dari pengganti dia ^^

I Hope you like it~

Saturday, September 29, 2012

A STORY OF MY LIFE


Chapter I:  Sekolah baru



*Bunyi alarm*
Aku membuka mataku secara perlahan sambil berusaha mematikan alarm. Tanganku menyentuh sesuatu. Benda itu ku jatuhkan itu ke bawah. Aku menguap.

 “Hoaaammm…” Aku menyingkap selimut yang menempel kemudian membuka jendela kamarku. Angin menyapa pipiku. Aku menghirup lalu membuangnya.

“Aahh.. Pagi yang indah.” Ucapku sambil terus menghirup udara pagi ini.
Terdengar suara indah yang menarikku untuk menoleh. Terlihat 3 ekor burung sedang bersiul dengan teman-temannya.

“Selamat pagi burung-burung. Bagaimana pagi kalian?” Tanyaku sambil tersenyum ke burung-burung itu. Burung-burung tsb tdk memperdulikanku sambil terus bersiul.

“Oh, ya. Kaliankan tidak mengerti bahasa manusia.” Ucapku sembari terkekeh pelan.

“Nia, Sarapan sudah siap!” Teriak mama dari dapur.

“Iya ma, Tunggu sebentar.” Balasku sedikit berteriak. Aku segera mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi.

Beberapa menit kemudian, aku keluar dari kamar mandi dengan seragam musim panas yang sudah kupakai. Baju yang kukenakan berwarna putih berlengan panjang dengan rompi lengan pendek berwarna coklat dan pita berwarna orange, sedangkan roknya bermotif kotak-kotak dengan warna Orange tua dan muda. Aku mengeringkan rambutku dengan hairdryer sambil menyisir dan menata rambutku.
“Selesai.” Ucapku. Aku menyusuri tangga dan pergi ke ruang makan.
“Selamat pagi Nia.” Sambut mama hangat.
“Pagi ma,” Balasku sambil tersenyum. Mama mengamatiku dari atas sampai bawah. Aku menyeritkan dahiku.

“Ada apa ma? Tidak cocok ya?” kataku lemas. Mama menggeleng.
“Tidak tidak.. Cantik kok! Cocok sama badanmu.” Kata mama terkagum-kagum.
“Hehehe.. Makasih ma. Mama Juga cantik.” Balasku sembari tersenyum. Mama tersenyum gemas. Aku duduk dengan anggun di kursi meja makan.

“Hmm... Pancake coklat!” Kataku bersemangat. Aku langsung menyambar pancakeku tanpa minum terlebih dahulu. Mama menggelengkan kepalanya kemudian menepuk pundakku.  Aku berbalik ke arah mama. Mama memberikan segelas air putih kepadaku.

“Hm?” Aku memandangi gelas itu sambil menelan lasagna yang ada di mulutku (ceritanya pancakenya sdh habis gitu ‘-‘) .

Aku menepuk keningku dan meminum air putih yang di berikan mama.
“Ck…ck…ck… Kamu kebiasaan ya. Masa diberi air putih aja bengong?” Goda mama. Aku terbatuk-batuk. Mama tertawa pelan dan kembali ke dapur. Aku menepuk dadaku.

“Ukh… Mama kebiasaan deh! Niakan sedang minum, Kalau Nia tersedak gimana??” Gerutuku. Mama tertawa pelan.
“Oh iya, hari ini hari pertamamu masuk ke sekolah barumu.  Jadi, kamu harus cepat bersiap-siap sebelum terlambat. Oke?” Kata mama.

“Iya ma…” Kataku sedikit lemas. Mama mengacungkan jempolnya kepadaku.
“Bagus, itu baru anak mama.” Mama tersenyum kecil. Aku berusaha tersenyum manis.

Note: Hanya berbeda  5cm :3

Oh ya, perkenalkan, namaku Nia Kazuki. Umurku 13 tahun. Tahun ini aku duduk di kelas 1 SMP. Aku adalah anak tunggal dari keluarga Wilchard. Itulah mengapa mereka terlalu menjagaku sampai memanjakanku. Untunglah sahabat dan teman-temanku dewasa. Jadi aku bisa belajar banyak mereka.  

Kami baru pindah rumah lusa lalu karena urusan kantor papaku. Terkadang, terlintas dibenakku untuk mempunyai seorang adik. Karena kupikir akan manis bila di rumah ada seseorang yang bisa kuajak bicara selagi mama sibuk.

Tapi, kalau kupikir-pikir lagi, keadaan seperti ini sudah cukup untukku.  Walaupun dulu aku pernah di antarkan sampai depan kelas sampai kelas 6 SD. Sampai-sampai ada seseorang yang senang meneriakiku “anak bocah” atau “Anak manja”. Menyebalkan!

Okay, Bek To Story~ :3

Tiiin…Tiiin…

Supirku mengklakson mobilnya berkali-kali. Aku menuju mobil sambil menggenggam tasku.
“Ma, aku pergi dulu ya!” Aku mencium tangan mama.
“Iya, hati-hati ya.” Ucap mama sambil tersenyum hangat.

Supirku sudh membukakan pintu lebar-lebar untukku. Aku memasuki mobil tsb lalu duduk dengan anggun. Terlihat mama melambaikan tangannya padaku. Aku membelas lambaiannya.
  

“Kita sudah sampai. Semoga nona bisa menikmati sekolah nona ya.” Ucap supir sembari membukakan pintu untukku. Aku tak menghiraukannya dan mengambil beberapa langkah.

“Oh ya, sekarang musim penculikan loh! Apalagi penculiknya seneng anak kecil kaya kamu. Jadi nona hati-hati ya!” Canda supir sembari terkekeh pelan. Ia memasuki mobil dan menjauhiku. Aku menatap mobil itu sampai tak terlihat.

“Aku itu bukan anak kecil lagi!!!” Teriakku dengan kencang. Satpam yang berada di situ mendelik ke arahku dengan curiga. Aku menutup mulutku kemudian mengatur nafasku. Aku tersenyum paksa dan jalan menuju gerbang sesantai mungkin agar tak dicurigai.

“Whoa….” Aku terkagum-kagum melihat gerbang sekolah baruku.

‘Jadi ini sekolah baru yang akan ku masuki.. Apa ini sekolah swasta elit?’ Batinku. Aku pun melangkah ke menuju pembuka pintu gerbang tersebut. Pada saat aku ingin membukanya, Kedua satpam yang berada di kedua sisi langsung menahanku untuk masuk. 

“Mmm... Maaf, kenapa saya di tahan?” Kataku gugup. Satpam itu memberikan sebuah lembaran.  Aku menatap lembaran itu bingung.

“Bacalah lembaran ini.” Kata satpam tersebut dengan lantang. Aku terlonjak, baru kali ini aku mendengar suara sebesar ini. Aku mengembungkan pipiku. Baru kali ini aku mendengar suara sebesar ini. Menyebalkan!

Aku mengambil kertas itu dan membacanya. Isinya:
Peraturan di sekolah ini :
1.      Harus memakai seragam yang sudah di tentukan (mengenakan rok yang pendeknya max 3cmdi atas lutut) 
2.      Tidak boleh terlambat
3.      Tidak boleh bertengkar antar sesama murid sekolah. Bila dilanggar akan di skors dengan hari yang di tentukan kepala Sekolah
4.      Menyampah dan membuang sampah tidak pada tempatnya.
Mohon kerja samanya.

“Kertas macam apa ini?” Kataku sedikit kaget. Lalu aku melihat jam tanganku. Ternyata masih jam 05.55. Aku tak mengerti.

“Kamu datang terlalu pagi.”

“L-lalu??” Aku gelapan. Baru kali ini aku berhadapan dengan satpam yang beraksen sangat kental. Ia menatapku tajam. Aku terlonjak.

‘Mati aku! Aksenku masih belum bagus.’ Batinku. Ia tetap menatapku.

Hening…
Hening…
Hening…

“Oi, sudahlah. Biarkan dia masuk.” Ucap satpam lain sembari menepuk satpam itu.
“Ia tak punya kartu akses untuk masuk.” Kata satpam depanku. Aku makin terlonjak.

“Ta-tapi… Saya anak baru di sekolah ini. Lihat! Seragam ini persis dengan seragam sekolah ini bukan??” Aku menatap satpam penuh harap. Kedua satpam itu bertatapan kemudian berbicara dengan berbahasa Jepang dengan aksen yang tak kumengerti. Mungkin itu aksen Osaka.

“Baiklah, kamu boleh masuk.” Ucap satpam itu lalu membukakan pintu gerbang. Mataku berbinar.
            “ Be-benarkah?!” Seruku girang. Satpam yang lain tersenyum.
“Jangan lupa simpan kertas yang tadi dia berikan.”

“Hm! Arigatou Gozaimasu2!” Aku langsung berlari memasuki gerbang dengan girang. Dari kejauhan, terdengar suara tawa kedua satpam itu. Aku menghentikan langkahku. Kurasakan wajahku memerah.
‘Sial.. Aku di kerjai mereka berdua!’ Batinku. Di dalam hati, aku meledak-ledak. Aku kembali berlari namun dengan kencang.  Tanpa sengaja, aku menabrak seseorang. Aku dan orang tersebut jatuh bersamaan.
“Aduuh… Ah maaf, anda tidak apa-apa?” Tanyaku di sela rintihanku. Aku berdiri dan menjulurkan tanganku. Diam-diam aku mencuri pandangan agar dapat melihat wajah orang tsb.
“Iya. Terima kasih.” Jawabnya lembut. Ia mengiayakan tanganku. Aku membelalak.
Oh tidak…’ Batinku. Aku langsung tau bahwa yang kutabrak adalah seorang guru. Hatiku seolah-olah meledak oleh bom atom. Aku benar-benar runtuh! Aku langsung membungkukkan badanku.
“M…Maafkan saya!” Kataku.
‘Huaaa… Memalukan sekali!’ Batinku. Aku memejamkan mataku.
“Ah, tidak apa-apa. Kau bisa menegakkan kepalamu sekarang.” Kata guru itu dengan lembut. Aku menegakkan tubuhku. Mataku berbinar.
‘Cantiknya…’ Batinku. Guru itu, cantik sekali. Ia mempunyai aura lembut seperti ibu. Sesaat aku lupa kalau aku perempuan.
“Ada apa?” Tanyanya lembut. Mataku membelalak.
“E..eh.. Tidak ada apa-apa.. hehehe..” Ujarku pelan.
“Sekali lagi, maafkan saya sensei1!” Ucapku kembali. Ia tersenyum.
“Tidak usah di fikirkan. Ngomong-ngomong, sensei baru pertama kali melihatmu. Apa kamu anak baru?” Ucap sensei itu sembari mengamatiku. Aku mengangguk.
“Iya. Hajimemashite, watashi wa Nia Kazuki desu.” Sensei itu tertawa pelan. Aku memiringkan kepala.
“Nama sensei Suzuna. Kamu pasti baru pertama kali ke Jepang.” Ucapnya di sela tawanya. Wajahku memerah.  “Tenang saja. Seiring berjalannya waktu, aksenmu akan semakin membaik dan tidak kaku.”
“Terima kasih banyak sensei.” Ucapku sambil tersenyum. “Oh ya, apa sensei tau dimana kelas 7-3?”
“Kelas 7-3?” Aku mengangguk.  Suzuna-sensei mengangguk. Ia langsung menggiringku ke kelas TEPAT di depanku. Aku menutup wajahku sembari menunduk.
“Ah..ahahaha.. Jangan gugup, tenang saja. Dulu sensei juga pernah mengalami hal yang sama sepertimu saat sensei masih mudah dulu.” Hibur Suzuna-sensei. Aku tau, ia hanya ingin membuatku lebih baik. Namun ntah kenapa itu malah membuatku tambah terpuruk.
“Ahahaha.. Silahkan duduk disini. Kalau begitu, sensei pergi dulu ya.. Semoga harimu menyenangkan~” Suzuna sensei memaksaku duduk di kursi barisan tengah kedua. Ia langsung melesat keluar dari ruangan.
“Haaahh…” Aku menghela nafas sambil menundukkan kepala.
                        Teeet…Teeet…. Teeet…
Beberapa murid langsung menduduki kursinya masing-masing (Sebagian ada yang sudah di kelas dan sudah duduk). Aku menegakkan kepalaku, melihat suasana sekitar. Mereka sama sekali tak gaduh ataupun saat bel tanda masuk berbunyi. Padahal guru belum masuk sama sekali.
Tap..Tap..Tap..
Langkah kaki anggun terdengar dari koridor. Mereka semua menatap pintu ruang kelas.
Sreet!
Seseorang memasuki ruangan ini. Aku tercengang.
‘SUZUNA SENSEI!’ pekikku dalam hati.
Oohayou3  Minna4~” Seru Suzuna sensei riang.
“Oohayou sensei!” Balas semuanya. Suzuna sensei tersenyum.
“Hari ini kita kedatangan murid baru lho~” Seru Suzuna sensei.”Kazuki-san, Kochi5.”
Aku terlonjak. Seluruh mata menatapku. Tubuhku panas-dingin. Aku membangkitkan diri dan berdiri di depan.
“Ha..Hajimemashite6.. Watashi7 wa Nia Kazuki desu..” Ucapku gugup. Suzuna sensei menepuk bahuku.
“Ia baru pindah rumah lusa lalu di kota ini. Belum lagi, ia memasuki sekolah ini dengan biasiswa dari sekolahnya di Negara sebrang.” Jelas bu Suzuna tersenyum. Murid-murid bersorak kagum. Aku menoleh cepat.
“Ba-bagaimana sensei-?”
Yosh8!  Ada pertanyaan?”
“Sensei!” Seru seorang wanita dengan rambut tergerai berwarna kecoklatan. Matanya sedikit tajam namun manis. Aku mengerutkan dahiku.
‘Anak itu… Sepertinya aku pernah melihatnya..’
“Ya? Ara9? Sensei baru ingat. Kita mempunyai dua nona Kazuki.” Ucap Suzuna sensei.
‘Sudah kuduga!!’ Seruku. Ekspresi kaget yang tak tergambarkan terhias di wajahku. Suzuna sensei melihatku kebingungan.
“Kazuki..-san? Atau mungkin, Nia-chan?” Suzuna sensei menggoyang-goyangkan tangannya di depan wajahku.
Saingan terberatku. Mia Kazuki.
“Nia-chan. Kamu boleh duduk sekarang..” Ucap Suzuna sensei lembut.
Hai10 . Arigatou.” Ujarku pelan sembari berjalan ke tempat dudukku.
“Arigatou?” Sensei menatapku kebingungan. Aku menghela nafas panjang.

Teeett…Teeettt…

Aku menempelkan pipi di atas meja. Beberapa anak sedang bercanda di depan tempat dudukku.
“Berisik sekali…” Gumamku. Aku menghela nafas panjang. Dua orang berlari riang mengitari barisan vertical kursiku.

Duk!

Salah satu dari mereka jatuh tersungkur bersama dengan kursiku.
“Aw..” Aku menyentuh kepala bagian belakang. Bagian punggung badan dan belakang kepalaku terasa nyeri sekali.

“Hei, kenapa kamu lakukan itu?” Seru anak yang terjatuh tadi. Aku menatap anak itu. Dia Mia Kazuki. Aku menggeram.

“Harusnya aku yang bilang seperti itu!” Balasku. Anak itu mempelototiku.
“Kenapa harus kamu yang bilang begitu?! Lagipula apa masalahmu?” Ia semakin menaikkan nada suaranya.

“Kamu yang mempunyai masalah denganku. Dasar petakilan! Apa kamu tidak lihat dari tadi aku diam saja?!” Balasku kembali. Ia menggeram, begitu pula denganku.

“Kamu cari masalah denganku?!”
“Tidak! Kamu yang cari masalah denganku!!” Aku semakin menjadi-jadi.
“Apa kamu bilang?!?”

“Aku bilang kamu yang cari masalah denganku!!!” Seruku. Kami bertatapan sembari saling menggeram. Seorang lelaki dengan wajah sedikit memelas namun tegas menghampiri kami.

“Yosh! Sudahlah! Apa masalah kalian?” Ucapnya sambil menyentuh pundak kami.
“Tidak usah ikut campur!” Seru kami bersamaan. Ekspresinya berubah kaget.
“Glk!” Lelaki itu menghela nafas panjang. Dua anak lain menghampiri kami.

Taichou11 , disitu kamu rupanya. Apa yang sedang kamu la- heee?!” Ia terlonjak saat melihat kami berdua. “Ke-kenapa.. Ada dua Kazuki-san?”

“Apa? Maksudmu aku berwajah sama dengan Orang itu?! Aku lebih baik mati daripada harus kembar dengan dia!” Seruku blak-blakkan. Orang-orang yang ada di sekitarku menatapku takjub.

“He-hebat…” Lelaki yang baru datang tadi menatapku. Ia langsung memegang kedua tanganku dengan mata berbinar. “Namaku Ryuichi Seiyuku dan dia Lala Brishtove! Kamu adalah orang pertama yang berani melawan Kazuki-san. Senang berkenalan denganmu!”

Aku menatapnya kebingungan. Lelaki yang tadi menepuk bahuku tersenyum padaku.
“Namaku Tobi Jabberchski. Aku ketua kelas di kelas ini. Salam kenal anak baru.” Kata Tobi sembari tersenyum.  Kulihat seorang wanita ikut tersenyum. Aku tersenyum kecut.

Aku mempunyai teman dengan cara yang aneh… Sangat aneh…
Diam-diam  Mia menatapku sinis. Aku mendegup dan pura-pura tak melihatnya,hanya  tetap focus kepada Tobi, Ryuichi, Lala.
Ngomong-ngomong, Ingin tahu kenapa kami bisa menjadi saingan?? Begini ceritanya:

Saat kelas 6 SD, di Negeri sebrang~
 “Ibu akan mengabsen kali 1-1.  Jika namanya dipanggil, harap angkat tangan.” Kata wali kelas kami . Ia menyebutkan nama anak-anak satu persatu sampai...

“Nia Kazuki” Ucapnya. Aku mengangkat tanganku.
“Lho, kenapa ada 2 orang yang mengangkat tangan?” Ucap wali kelas kami terkejut. Aku ikut terkejut dan menoleh ke belakang. Ada seseorang yang ikut mengangkat tangannya.

“Hey siapa kau?? Aku Nia!” Kataku kepada anak yang mengangkat tangannya itu.
“Aku Mia, bukan Nia!” Balas Anak itu dengan ketus.

“Lalu kenapa kau mengangkat tanganmu?? Padahal yang di absen itu ‘Nia Kazuki’ Bukan Mia!” Balasku tak mau kalah.

“Aku Mia Kazuki! Jadi wajar  kalau aku ikut mengangkat tanganku!” Balasnya dengan kasar. Aku terbelalak.

“Argh...!!”  Aku mengatur nafasku.
“Maaf, Bukankah itu namaku??” Kataku sambil tersenyum.
“Itu namaku!” Katanya dengan ketus.

“Ya ya… Soal nama jangan di masalahkan!” Wali kelasku langsung memisahkan kami berdua. Kami langsung berpandangan lalu saling membuang muka.

Istirahat tiba...

Aku melihat seorang anak perempuan tengah kesusahan menggunakan mesin coca-cola. Aku menghampiri anak itu.

“Hey.. mau ku bantu?” Tawarku. Akupun menunjukkan tombol-tombol yang harus ditekan, anak itu menebaskan tanganku.

“Tidak perlu!” Katanya ketus. Aku membelalak. Langsung saja aku menyelaknya dan membeli sesuatu.(agar tak dibilang canggung). Aku pun pergi meninggalkannya dengan kesal bercampur aduk dengan senang. Dia mengejarku kemudian menepuk pundakku.

“Te-terima kasih telah membantuku… Ini!” Katanya seraya menyerahkan 1 botol fanta mini. Aku menatapnya sinis.

Kapan dia memakainya? Padahalkan tadi dia kesusahan menggunakan mesin itu.’ Gumamku. Aku berusaha menghilangkan fikiran negativeku. Aku tersenyum lalu mengambil Fanta itu.
“Terima kasih.” Ucapku. Ia mengangguk. Kami meminumnya bersama-sama. Seseorang berjalan menghampiriku.

“Hai! Nia.” Sapa Tari, sahabatku. Aku dan Miapun menyahut.

“Siapa kau…” Kata Mia dengan kasar (Suara dan wajah kami hampir sama. Akan mudah bila seseorang mengenali perbedaan kami) Mata Tari berkaca-kaca.

“N…Nia jahat!!” Teriak Tari sambil berlari jauh. Aku kebingungan melihat tingkahnya.
“Tunggu Tari!” Teriakku. Tari akhirnya berhenti dan mengelap air matanya.

“Begini… Tadi yang bilang itu bukan aku, tapi anak yang ada di sampingku tadi. Jangan tersinggung ya Tari.. Aku juga gak tau kenapa dia bisa mirip banget sama aku.” Jelasku tergesa-gesa. Tari terdiam.

“Serius Ri… Smile You Don’t Cry.” Ujarku sambil merengut. Tari tersenyum kecil. Dia mengangguk.

“Iya aku maafin.. Kita balik ke tempat tadi yuk!” Ajaknya sembari menggandeng tanganku. Kamipun kembali ke tempat semula. Sesampainya disana,kami tidak melihat sosok Mia.

“Kemana Mia?” Gumamku. Tari menatapku.
“Jadi itu Mia? Kenapa dia mirip banget sama kamu? Sahabat kamu aja sampe ga bisa bedainnya.” Celetuk Tari. Aku menaikkan bahuku.

“Gatau deh Tar… Ntah kenapa nama belakang dia juga sama kaya aku.” Ujarku pelan. Kami berdua duduk.
“Maksudnya?”
“Hei!” Mia mendadak muncul dengan kalemnya.  Aku menatapnya.

PLETAK!

“AW! Sakit tau! Kamu tidak tau ya rasa sakit itu seperti apa?!” Pekiknya sambil menggulungkan lengan bajunya. Tari menatapku takjub. Aku mendiami mereka berdua sembari membuka fanta pemberian Mia.

“Dasar sok kuat….” Ujarku pelan. Mia menatapku tajam.
“Kh!” Mia berlari meninggalkan kami. Aku menatap lurus ke depan. Tari menatapku sambil menghela nafas.

“Kenapa kamu ngelakuin hal itu?” Tanya Tari sembari menghempaskan diri ke rerumputan. Aku menghela nafas. Tari tersenyum.

“Kamu ga suka di saingi orang?” Tanya Tari lagi. Aku mengangguk pelan.
“Yaah… Kalo ngga begitu sih bukan Nia namanya.” Celetuk Tari sembari terkekeh pelan. Aku tersenyum.

“Aku ada ide.” Tari membisikkan sesuatu padaku. Mataku melebar. Selesai membisikkanku, aku mengangguk riang lalu menyentuh kedua tangan Tari.

“Makasih ya Tar! Aku bakal coba saranmu nanti!” Seruku tersenyum.
“Ah, lebay banget nih.. Iya. Sukses ya.” Balas Tari sambil terkekeh.

 “Tar, aku duluan ya. Daah!” Aku melambaikan tangan dan pergi menuju kelas. Tari menatapku dari jauh. Dengan tatapan… Aneh.
Sesampainya di kelas, aku melihat Nia sedang sendirian di kursi dekat jendela. Aku mendekatinya dengan senyum kemenangan.

“Apa?” Ia menatapku dingin. Aku mendegup.
“Mia.. Aku minta maaf soal tadi.” Ucapku pelan. Aku sedikit memalingkan wajah. Perasaanku bercampur aduk dengan senang-kacau- dan terinjak-injak. “Aku ga bermaksud buat ngomong begitu..”

Aku mengulurkan tanganku padanya. Ia menatap tanganku kemudian menghela nafas. Mia menyambar tanganku lalu tersenyum.

“Baiklah. Tapi jangan kamu ulang lagi oke?” Mia tersenyum. Aku mengangguk. Kami berjabat tangan cukup lama. Kami terkekeh pelan.

 “Ngomong-ngomong, aku punya sedikit permintaan.” Ucapku. Mia mengerutkan alisnya. Aku mengubah jabatan kami menjadi seperti adu panco melayang. Aku menatapnya dengan penuh keyakinan. “Mulai hari ini, kamu adalah sainganku! Jangan pernah berani melangkahiku!”

Senyum kemenangan terhias di bibirku. Mia terdiam.
Hening sesaat…
‘Tidak ada ekspresi?!’ Batinku. Mia menghela nafas. Ia melepaskan jabatan kami dan kembali menatap jendela.

“H-hey!” Seruku. Mia terdiam. Aku menggembungkan pipiku. “Li-lihat saja, aku akan menjadi lebih baik darimu! Lihat saja nanti!!” Aku berseru sembari berlari keluar kelas. Mia menatapku kebingungan.

Teett…Teett..

Begitulah ceritanya. Memang aneh, tapi itulah kejadiannya. Sebenarnya, kalau aku tidak memulainya, pasti aku sudah menjadi sahabat baiknya.

Okay, To The Story again~

“Aku pulang!” Teriakku. Tapi, tidak ada yang menyahut.
“Aneh sekali, biasanya mama menyambutku. Tapi, kenapa sekarang tidak di sambut lagi?” Aku mengelilingi seluruh rumahku.

“Mama… Mama dimana?” Teriakku seperti anak yang tersesat di sebuah tempat. Aku menuju ke kamar mama.

“Mama?”  
TING TONG!

“!!!”Aku segera menuju pintu depan dan segera membukakan pintu.
“Paket anda Nona.” Kata pak pos ramah. Badanku melemas. Aku tersenyum ramah.
“Terima kasih…” Jawabku. Saat aku ingin menutup pintu, pak pos itu menahannya dengan kuat. Aku terlonjak.

“Maaf sebelumnya, tapi anda belum menandatangani ini.” Kata pak pos itu sembari menyerahkan pulpen dan papan jalan.
“Aah, Gome11.” Aku menandatangi surat itu kemudian menyerahkannya. Pak pos itu tersenyum.
“Arigatou. Semoga harimu menyenangkan.” Ucapnya sambil berlalu. Aku menutup pintu dan duduk lemas di  sofa terdekat. Paket itu berada di atas perutku. Aku menatapnya.

‘Apa aku pernah memesan sesuatu?’ Batinku. Aku menaruh paket itu di atas meja dan membukanya. Sterofoam berwarna pink menutupi isinya. Aku mengerutkan alis.

‘Sterofoam? Apa benda ini mudah pecah?’ Batinku lagi. Aku mengecek setiap sudut kardus namun tak ada tulisan apapun. Aku memutuskan tuk langsung mengambil isinya.

“WTF?!” Seruku. Ternyata isinya sepasang sarung tinju dengan baground biru laut berkarakter Patrick dengan tampang bodohnya. Aku merenyitkan mataku sebelah.

“Siapa yang mengirimkan… benda supernatural ini??” Ujarku. Aku menaruh sarung itu di samping kardus.  Aku memasukkan tanganku di antara sterofoam-sterofoam elastic itu.

“Ah, ini dia.” Aku mengeluarkan amplop bermotif feminime dengan sisi berwarna hijau toska, dengan warna dasar coklat polkadot putih. Di depan surat itu, terdapat kertas ditempel bergambar teddy bear.

“Lucu sekali..” Ucapku. Aku membuka surat itu secara perlahan dan mengluarkan isinya. Kertasnya berwarna putih polos.

‘Kupikir kertasnya akan bergambar animasi seperti suratnya.’ Batinku. Aku melebarkan mataku.

SURAT TANTANGAN

Tulisan itu tertera di depan kertas.
“Apa-apaan ini??” Pekikku. Aku membuka kertas itu.

Pakailah! Ini hadiah untukmu
Sekian…
Mia Kazuki

Aku mendegup. Kupikir ia tidak akan menerima tantanganku satu tahun yang lalu. Aku mengambil secarik kertas. Tanganku bergetar saat menulis.

Apa-apaan ini?!
Aku tidak akan mau menerima benda konyol seperti ini!
Jangan harap aku akan memakainya besok pagi!
Nia Kazuki

“Dia pikir dia siapa??” Gumamku sembari memasukkan kertas itu ke dalam amplop tadi.
 “Ukh.. Kenapa sulit sekali memasukkan kertas sekecil ini?” Aku mendengus. Terlihat ada secarik kertas lain di dalam surat ini. Aku mulai membaca surat itu.
“Anak ini…”

To be continue….
***
Note: Kelanjutan cerita akan di posting dua minggu sekali…. Jadi tunggu yaa… Terkadang aku suka sibuk di sekolahan, jadi ceritanya absen melulu, Gomen ^_^

~ Kamus Kecil ~
Sensei                          : Bu/pak guru
Arigatou Gozaimasu   : Terima Kasih banyak
Oohayou/ohayou gozaimasu/oha       : Selamat pagi
Minna                          : Semua
Kochi                           : Kemari
Hajimemashite           : Perkenalkan
Watashi                       :Aku
Ara                             
: Wah.
Yosh                             : Baiklah
Hai                               : Ya
Gome/Gomenasai       : Maaf